Pengadilan Agama Surabaya Catat 91 Permohonan Pengesahan Anak, Banyak Ditolak karena Pelanggaran Masa Iddah

oleh -21 Dilihat
Pa surabaya.webp.webp

Pengadilan Agama Surabaya Tindak Lanjuti 91 Permohonan Pengesahan Anak

Pengadilan Agama (PA) Surabaya tengah memproses 91 permohonan pengesahan anak hingga Juli 2025. Namun, tidak semua permohonan dapat dinyatakan sah, terutama karena pelanggaran terhadap masa iddah, yaitu periode tiga bulan setelah perceraian yang wajib dijalani oleh perempuan sebelum melanjutkan pernikahan.

Humas PA Surabaya, Akramudin, menyatakan bahwa banyak pasangan tidak mematuhi aturan ini. “Ketika pihak wanita masih dalam masa iddah, jika hamil atau menikah lagi, maka status anak tersebut tetap dianggap anak dari suami tahap pertama,” jelasnya. Hal ini memiliki implikasi serius pada status perwalian anak di masa mendatang.

Dalam praktiknya, hakim PA akan menganggap anak yang lahir dalam kondisi tersebut sebagai keturunan suami yang pertama, meskipun secara biologis ia merupakan anak dari suami baru. “Nantinya, anak tersebut akan diwalikan kepada petugas KUA atau mudin, yang akan menikahkan mereka,” sambung Akram.

Berdasarkan data yang dihimpun PA Surabaya, rincian pengajuan permohonan pengesahan anak terdiri dari 19 perkara pada Januari, 16 pada Februari, 16 pada Maret, 11 pada April, 17 pada Mei, dan 12 pada Juni 2025. Proses pengesahan dilakukan setelah orang tua mengajukan isbat nikah atau menikah ulang secara resmi di KUA untuk menjamin kejelasan asal-usul anak, baik dari pernikahan siri maupun hubungan di luar nikah.

Akram menuturkan bahwa penting untuk memeriksa asal-usul anak yang diajukan dalam permohonan. “Hakim perlu memastikan apakah anak lahir saat orang tuanya menikah secara sah atau tidak,” tegasnya. Penelusuran jejak hukum anak menjadi krusial guna memastikan status pernikahan pasangan yang mengajukan permohonan.

Seringkali, permohonan yang datang dari pasangan justru masih mendekati ikatan pernikahan sebelumnya. Hal ini terlihat dari tanggal perceraian dan pernikahan yang diajukan. “Jika terbukti berasal dari pernikahan siri tanpa bukti resmi, atau masa iddah belum selesai, anak akan mengikuti nasab dari pihak ibu,” ungkap Akram.

Ia menegaskan bahwa keputusan hakim tidak bisa diambil sembarangan. Seluruh dokumen pernikahan dan perceraian harus ditelaah secara mendalam, terutama jika salah satu pihak adalah janda atau duda. “Kami akan teliti semua berkas pernikahan dan perceraian,” imbuhnya.

Dari total 91 perkara yang diterima, Akram menyatakan bahwa tidak semua akan disetujui. “Jika semua syarat tidak dapat dipenuhi, maka permohonan tersebut akan kami tolak,” tuturnya menegaskan.

Kondisi ini menunjukkan pentingnya kesadaran masyarakat mengenai masa iddah dan legalitas pernikahan. Dengan meningkatnya angka perceraian, pemahaman yang baik tentang aturan ini sangat diperlukan agar setiap anak mendapatkan pengakuan dan haknya. Masyarakat diharapkan lebih berhati-hati dan memahami konsekuensi hukum dari setiap langkah yang diambil, terutama dalam hal pernikahan dan kelahiran anak.

Penting bagi kita semua untuk terus memantau isu ini, agar generasi mendatang dapat tumbuh dengan status yang jelas dan hak-haknya terjamin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *