Lonjakan Kadar Belerang di Telaga Ngebel Resahkan Petani Ikan
Ponorogo – Telaga Ngebel, salah satu destinasi wisata alam populer di Ponorogo, Jawa Timur, mengalami lonjakan kadar belerang yang meresahkan. Dalam beberapa waktu terakhir, ribuan ikan di keramba milik petani mati mendadak, menimbulkan kekhawatiran di kalangan petani dan masyarakat lokal. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Ponorogo pun mendorong petani mulai beralih ke budidaya ikan kolam yang dianggap lebih aman dan berkelanjutan.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran, Kerusakan Lingkungan, dan Konservasi Sumber Daya Alam DLH Ponorogo, Ervina Nurdianti, mengungkapkan bahwa dulu, lonjakan kadar belerang terjadi hanya dua kali setahun dan dapat diprediksi. Namun belakangan, situasinya semakin tidak menentu, yang menyebabkan kerugian besar bagi para petani. “Keberadaan keramba jaring apung memang menyuplai kebutuhan ikan, tetapi turut berkontribusi pada pencemaran air dan merusak keindahan alam,” ujarnya.
Dinas setempat menilai bahwa perubahan cara budidaya ikan menjadi langkah strategis jangka panjang untuk menyelamatkan ekosistem Telaga Ngebel. Pemkab Ponorogo menargetkan kawasan ini terbebas dari keramba jaring apung demi menjaga kualitas air dan meningkatkan daya tarik wisata. Namun, upaya ini menimbulkan perdebatan di kalangan petani.
Penerapan transformasi ini tidaklah mudah. Banyak petani, seperti Hadi Santoso, menolak rencana tersebut karena usaha keramba sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka selama puluhan tahun. “Kalau keramba dihapus, dari mana kami harus mendapatkan ikan segar? Ini sangat berpengaruh pada pasokan ikan di Ngebel yang mencapai satu ton per minggu,” pungkas Hadi.
Saat ini, beberapa petani mulai merespons imbauan DLH untuk tidak memberikan pakan ikan secara berlebihan guna menjaga kualitas air. Namun, petani tetap khawatir bahwa langkah untuk mengubah sistem budidaya bisa berdampak pada keberlangsungan ekonomi mereka. “Usaha ini sudah ada jauh sebelum telaga ini terkenal sebagai tempat wisata. Kami menyediakan ikan segar untuk warung-warung dan pengunjung,” tambah Hadi.
Ervina mengajak para petani untuk melihat potensi budidaya ikan kolam yang lebih stabil dan minim risiko. “Dengan budidaya kolam, hasilnya lebih terjamin dan tidak tergantung pada kondisi perairan yang fluktuatif. Ini saatnya beralih ke sistem yang lebih menjanjikan,” katanya.
Masyarakat menyambut baik inisiatif untuk mengembangkan wisata Telaga Ngebel, namun harapan akan keberpihakan pemerintah terhadap nasib ekonomi mereka tetap ada. “Kami mendukung kemajuan wisata, tetapi pemerintah jangan melupakan rakyat kecil yang selama ini mengandalkan hasil dari telaga ini,” ujar Hadi dengan penuh harap.
Seiring dengan perubahan yang diusulkan, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk bekerja sama dalam menciptakan solusi yang saling menguntungkan. Transformasi menuju budidaya ikan yang lebih berkelanjutan dapat menjaga kelestarian lingkungan, sambil memastikan keberlangsungan ekonomi masyarakat lokal.