Surabaya, (beritajatim.com) – Pengajuan dispensasi nikah di Pengadilan Agama (PA) Surabaya mengalami penurunan signifikan pada semester pertama tahun 2025. Hanya tercatat 32 pengajuan, berkurang drastis dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini mencerminkan perubahan yang terjadi dalam masyarakat terkait pandangan terhadap pernikahan dini.
Humas PA Surabaya, Akramudin, menjelaskan bahwa meskipun sejumlah perkara yang diajukan, tidak semua permohonan tersebut disetujui. “Kami sangat selektif. Banyak faktor yang kami perhatikan sebelum mengabulkan pengajuan dispensasi nikah,” ujar Akram.
Salah satu alasan utama penolakan adalah ketidakdewasaan kedua pihak, terutama pria yang seringkali masih di bawah umur. “Kami tidak bisa sembarangan memberikan izin, terutama jika pihak pria belum cukup umur atau belum memiliki pekerjaan tetap,” lanjutnya. Penolakan ini penting agar pasangan yang mengajukan tidak kembali meminta cerai dalam waktu singkat, mengingat banyaknya kasus perceraian yang muncul setelah pernikahan dini.
Akram juga menambahkan bahwa banyak pengajuan dispensasi nikah berasal dari pasangan yang sedang hamil. Meskipun dalam kondisi tersebut, hakim PA Surabaya tetap mengedepankan kesiapan mental dan fisik pasangan. “Kami bertanggung jawab atas keputusan yang kami ambil. Jangan sampai pasangan yang kami izinkan menikah berujung pada perceraian karena kedewasaan yang belum matang,” tegasnya.
Mengamati fenomena ini, Akram mencatat adanya pengaruh budaya di mana orang tua cenderung memilih jalan dispensasi untuk menghindari kesulitan membesarkan anak. “Orang tua lebih memilih agar anaknya menikah untuk menghindari tanggung jawab yang lebih berat,” ungkapnya. Namun, di balik kebiasaan tersebut, hakim tetap memiliki wewenang penuh untuk memutuskan dapat atau tidaknya permohonan dispensasi disetujui.
Penurunan angka pengajuan kali ini juga tidak lepas dari upaya pemerintah daerah, termasuk BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) dan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK). Akram menegaskan bahwa langkah-langkah pencegahan pernikahan dini yang dilakukan pemerintah sangat berperan dalam menurunkan angka tersebut.
“Upaya ini diharapkan dapat menciptakan kesadaran di masyarakat khususnya di Surabaya, bahwa pernikahan dini berpotensi membawa dampak negatif, baik dari segi ekonomi maupun sosial,” ujarnya. Dengan meningkatnya kesadaran tersebut, diharapkan masyarakat mulai mempertimbangkan konsekuensi dari pernikahan awal dan mengejar pendidikan serta karir terlebih dahulu sebelum mengambil langkah besar dalam hidup.
Dalam konteks yang lebih luas, fenomena ini menunjukkan perlunya perhatian lebih dari berbagai pihak, termasuk keluarga dan masyarakat, untuk mendukung generasi muda dalam menempuh jalan hidup yang lebih baik. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan dan kesiapan mental dalam berkeluarga harus terus digaungkan agar angka pernikahan dini semakin menurun di seluruh Indonesia.