Sidang Mahkamah Konstitusi: Musisi Indonesia Suarakan Perlindungan Hak Cipta
Jakarta – Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta pada hari Selasa (22/7) dipenuhi suasana yang tak terduga ketika dua penyanyi ternama, Lesti Kejora dan Sammy Simorangkir, menghibur hadirin dengan menyanyikan lagu ciptaan mereka sendiri. Momen tersebut terjadi di sela-sela sidang pengujian materi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang melibatkan para pemohon dari kalangan musisi terkenal.
Mewakili 29 musisi, termasuk Armand Maulana dan Ariel NOAH, Lesti dan Sammy hadir sebagai saksi dalam perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025. Sidang di bawah pimpinan Ketua MK, Suhartoyo, membahas isu penting terkait pembayaran hak cipta dalam industri musik. Musisi-musisi ini mengajukan permohonan pengujian setelah melihat beberapa kasus penyalahgunaan hak cipta yang menimpa rekan-rekan mereka, seperti yang dialami Agnez Mo.
Selama sesi tersebut, Suhartoyo meminta Lesti untuk tampil menyanyikan salah satu lagu ciptaannya. Lesti dengan berani membawakan lagu berjudul “Angin,” yang menggambarkan rasa rindu dan kesepian. “Angin, sampaikan padanya, betapa rindu ini menyiksaku,” liriknya mengalun lembut di tengah ruang sidang.
Selanjutnya, Suhartoyo juga meminta Sammy untuk menyanyikan lagu ciptaannya. Momen ini tidak hanya menjadi penyegaran di tengah persidangan, tetapi juga menggambarkan betapa pentingnya perlindungan hak cipta bagi para musisi. Sammy, ketika ditanya mengenai pengalamannya, menyatakan bahwa ia merasa tidak pernah dipermasalahkan oleh rekan-rekannya saat menyanyikan lagu-lagu dari Kerispatih, grup band yang pernah membesarkannya.
Permohonan yang diajukan oleh para musisi ini, dilatarbelakangi oleh permasalahan hukum yang semakin marak, termasuk kasus Agnez Mo yang harus membayar ganti rugi sebesar Rp1,5 miliar akibat melanggar undang-undang hak cipta. Kejadian ini mencerminkan kerentanan musisi dalam menghadapi situasi hukum yang tidak berpihak, terutama dalam hal royalti dan pembayaran hak cipta.
Para pemohon mengharapkan MK dapat memberikan kepastian hukum melalui pengujian beberapa pasal dalam UU Hak Cipta yang dinilai tidak memadai. Mereka meminta pencabutan Pasal 113 ayat (2) huruf f dan penafsiran baru untuk Pasal 9 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 81, serta Pasal 87 ayat (1) UU tersebut.
Implikasi dari sidang ini sangat signifikan bagi masyarakat, khususnya bagi pelaku seni dan musik di Indonesia. Penegakan hak cipta yang lebih baik diharapkan dapat memberikan perlindungan yang layak bagi para musisi, serta mengurangi ketidakpastian hukum dalam industri musik. Hal ini berpotensi mendorong penciptaan karya-karya baru yang lebih berkualitas tanpa rasa khawatir akan pelanggaran hak cipta.
Dengan perhatian yang semakin besar terhadap perlindungan hak cipta, masyarakat diharapkan menjadi lebih peka akan pentingnya penghargaan terhadap karya seni. Sidang ini bukan hanya soal ketentuan hukum, tetapi juga refleksinya terhadap budaya apresiasi karya seni di Indonesia. Musisi sebagai pencipta tidak hanya berhak mendapatkan royalti, tetapi juga pengakuan akan karya mereka di tengah masyarakat.