Lemper Gochujang: Makanan Tradisional yang Menyatukan Budaya Nusantara dan Korea
Surabaya – Inovasi kuliner terbaru, Lemper Gochujang, berhasil menarik perhatian masyarakat Indonesia. Perpaduan antara cita rasa Nusantara dan Korea ini merupakan hasil eksplorasi gastronomi Chef Thjing Man Lie dari Akademi Sages Surabaya. Lemper, yang selama ini dikenal sebagai makanan tradisional Indonesia, kini hadir dengan sentuhan baru yang menggugah selera.
Lemper adalah makanan berbahan dasar ketan yang diisi ayam suwir dan biasanya dibungkus daun pisang. Namun, hadirnya Lemper Gochujang memperkenalkan isian ayam berbumbu gochujang, pasta cabai khas Korea, yang memberikan rasa pedas dan gurih yang berbeda. Ditambah dengan sentuhan nori, lemper ini tidak hanya enak tetapi juga menambah ragam tekstur dalam satu gigitan.
Chef Thjing menjelaskan, “Gastronomi bukan hanya tentang teknik memasak. Ini tentang rasa, sejarah, filosofi, dan nilai budaya. Dalam satu sajian, kami menggabungkan elemen-elemen dari Jawa, Sulawesi, dan Korea.” Pernyataan ini menunjukkan betapa pentingnya makanan dalam menggambarkan identitas dan keragaman budaya.
Lebih jauh, Chef Thjing mengungkapkan bahwa ketan sebagai bahan dasar lemper memiliki makna simbolis yang dalam. Di Jawa, ketan melambangkan harapan akan keharmonisan, terutama dalam tradisi pernikahan. Sementara itu, di Korea, ketan digunakan dalam perayaan Chuseok, yang memiliki makna serupa. “Ternyata, kita punya kesamaan dalam menggunakan ketan. Di Indonesia, ketan untuk lemper, dan di Korea ada yaksik yang juga terbuat dari ketan,” paparnya.
Inovasi ini juga menyasar generasi muda yang saat ini sedang demam budaya K-pop dan drama Korea. Dengan menghidangkan fusion food seperti Lemper Gochujang, muncul jembatan antara warisan kuliner lokal dan tren global. “Dulu, tren fusion food lebih ke arah Indonesia-Western. Sekarang fokusnya bergeser ke Asia-Korea karena pengaruh yang sangat besar dari K-pop dan drama Korea,” ungkap Chef Thjing.
Tren ini menunjukkan bahwa masyarakat telah terbuka terhadap berbagai variasi dan perpaduan rasa, yang membuat kuliner semakin menarik. Namun, Chef Thjing juga mengingatkan akan pentingnya menjaga eksistensi kuliner tradisional Indonesia. “Tantangannya adalah bagaimana menyulap makanan-makanan khas seperti onde-onde atau jajanan pasar agar tetap relevan dan menarik bagi generasi muda,” kata dia.
Sebagai seorang dosen di bidang baking dan pastry, Chef Thjing menekankan pentingnya pendekatan visual dalam menyajikan makanan. Dengan tetap menghormati akar tradisi, makanan modern dapat dihidangkan dalam tampilan yang menarik dan menggugah selera.
Inovasi seperti Lemper Gochujang tidak hanya menghibur lidah tetapi juga menciptakan dialog budaya yang positif di antara generasi. Masyarakat Indonesia kini memiliki kesempatan untuk merayakan kekayaan kuliner mereka sambil membuka diri terhadap dunia luar. Dengan demikian, kuliner tidak hanya berfungsi sebagai hidangan, tetapi juga sebagai cara untuk memahami dan menghargai beragam budaya yang ada di sekitar kita.
Melalui langkah-langkah inovatif ini, diharapkan generasi muda semakin melestarikan warisan kuliner sambil menjelajahi susunan rasa baru yang memperkaya kehidupan sosial mereka.