Dua Mantan Pejabat Sidoarjo Ditangkap Terkait Dugaan Korupsi Rusunawa
Sidoarjo—Dua mantan Kepala Dinas Perumahan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang (P2CKTR) Kabupaten Sidoarjo, berinisial SL dan DP, resmi ditahan oleh tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Sidoarjo. Penahanan ini terkait dengan kasus dugaan korupsi pengelolaan Rusunawa Tambaksawah di Kecamatan Waru, yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 9,7 miliar.
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Sidoarjo, John Franky Yanafia Ariandi, mengungkapkan bahwa penahanan keduanya bertujuan untuk mempermudah proses penyidikan. Kasus ini saat ini masih berlangsung di Pengadilan Tipikor Surabaya, dengan empat tersangka lainnya yang juga telah ditetapkan. Transparency dalam penanganan kasus korupsi ini penting, mengingat dampaknya yang luas terhadap masyarakat.
Dalam rangka mendalami kasus ini, Kejari Sidoarjo juga memanggil mantan Bupati Sidoarjo, Win Hendrarso, untuk memberikan keterangan sebagai saksi. Proses pemeriksaan berlangsung selama kurang lebih tiga jam pada 17 Juli 2025. Dewan Kejari menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini dan memastikan bahwa semua pihak yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban sesuai hukum.
Dari catatan, total ada empat terdakwa dalam kasus ini, yakni Imam Fauzi (Kepala Desa nonaktif Tambaksawah), Sentot Subagyo (Ketua Pengelola Rusunawa 2013–2022), Muhammad Rozikin (anggota tim penyelesaian aset 2012–2013), dan Bambang Soemarsono (Ketua Pengelola Rusunawa 2008–2013). Melalui kasus ini, masyarakat diharapkan dapat melihat adanya tindakan tegas pemerintah dalam menanggulangi korupsi yang merugikan anggaran daerah, serta mendapatkan kepastian hukum.
Kesaksian dari lima mantan Kepala Dinas yang dihadirkan sebelumnya dalam persidangan juga mendorong pemahaman lebih dalam mengenai lemahnya pengawasan dalam pengelolaan aset daerah. Lima saksi tersebut meliputi Agoes Boediono Tjahjono, Dwijo Prawito, Sulaksono, Setyo Basukiono, dan Heri Soesanto. Mereka menggambarkan berbagai penyimpangan yang telah terjadi di lapangan, meninggalkan frustasi di kalangan masyarakat yang berharap akan transparansi dalam pengelolaan anggaran publik.
Implicasi dari kasus ini cukup signifikan bagi masyarakat Sidoarjo dan sekitarnya. Mereka menantikan tidak hanya pembersihan dalam pengelolaan keuangan pemerintah daerah, tetapi juga kehadiran pejabat yang amanah dan dapat dipercaya. Kejaksaan Sidoarjo diharapkan mampu memberikan contoh dalam menegakkan hukum sekaligus memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan.
Sementara itu, masyarakat Sidoarjo sangat mengapresiasi langkah-langkah yang diambil oleh Kejari dalam menyelidiki kasus ini. Penangkapan dua mantan pejabat itu dilihat sebagai sinyal bahwa tidak ada tempat bagi korupsi di wilayah tersebut. Harapan tumbuh untuk masa depan Sidoarjo yang bebas dari praktik koruptif, sehingga anggaran daerah dapat digunakan sepenuhnya untuk kepentingan publik.
Lingkungan sosial-politik di Sidoarjo saat ini memang tengah mengalami dinamika yang menarik. Kasus ini bisa jadi momentum pergeseran menuju pemerintahan yang bersih dan efisien. Pihak berwenang diharapkan dapat terus memperkuat integritas serta meningkatkan pengawasan dalam penggunaan dana publik untuk memastikan bahwa kasus serupa tidak terjadi di masa mendatang.