Kota Batu Terancam Kehilangan Identitas Sebagai Kota Apel karena Penurunan Produksi dan Biaya Tinggi

oleh -23 Dilihat
Petani apel kota batu 1752648601594 169.jpeg

Penurunan Produksi Apel di Kota Batu: Ancaman bagi Petani dan Identitas Daerah

Kota Batu, yang dikenal sebagai “Kota Apel,” kini menghadapi masalah serius. Penurunan tajam dalam produksi apel dan tingginya biaya perawatan membuat banyak petani beralih dari sektor ini. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, dalam empat tahun terakhir, produksi apel di Kota Batu terus merosot tanpa ada tanda-tanda perbaikan.

Pada tahun 2021, jumlah produksi apel mencapai 350.090,88 kuintal. Namun, angka ini menurun menjadi 299.962,90 kuintal pada tahun 2022, dan semakin merosot hingga hanya 218.621,79 kuintal di tahun 2023. Proyeksi untuk tahun 2024 menunjukkan penurunan lebih lanjut, dengan produksi diperkirakan hanya 140.285,42 kuintal.

Keputusan banyak petani untuk meninggalkan usaha apel bukan tanpa alasan. Salah satunya adalah Dwi, petani apel di Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji. Ia baru saja menebang pohon-pohon apel tua yang tidak produktif dan berencana beralih ke tanaman sayur. “Sudah berat mempertahankan apel. Biaya perawatan tinggi, obat-obatan mahal, panennya sedikit, kadang harganya juga rendah,” ungkap Dwi.

Fenomena ini bukan hanya masalah individu, tetapi mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh petani apel di seluruh Kota Batu. Banyak petani lainnya di kawasan Tulungrejo melakukan langkah serupa. Mereka menebang pohon apel yang berusia 40-50 tahun karena tercatat terus menurun produktivitasnya. “Pohon apel yang tua ini rentan terhadap penyakit. Cuaca yang tak menentu juga memperburuk situasi,” kata Dwi.

Dalam konteks ekonomi, beralihnya petani dari apel ke tanaman lain dapat berimplikasi luas bagi masyarakat sekitar. Sektor pertanian adalah tumpuan kehidupan banyak keluarga di Kota Batu. Jika produktivitas apel terus mengecil, tidak hanya kebun apel yang terancam hilang, tetapi juga tradisi dan identitas budaya yang telah mengakar kuat.

Dwi dan rekan-rekannya berharap adanya dukungan dari pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk menemukan solusi konkret. Tanpa perbaikan, potret suram ini berpotensi menghapuskan kebun apel, yang selama ini menjadi ikon Kota Batu. Kesadaran akan kondisi ini harus ditingkatkan agar langkah-langkah mitigasi dapat segera diambil.

Situasi ini memberikan pelajaran penting tentang ketahanan pertanian di Indonesia. Ketika isu biaya produksi dan cuaca ekstrem muncul, inovasi dan dukungan dari pemerintah sangat dibutuhkan. Para petani apel Kota Batu tidak hanya berjuang untuk kelangsungan usaha mereka, tetapi juga untuk menjaga warisan yang telah menjadi bagian dari identitas daerah.

Dengan demikian, tantangan ini patut diperhatikan oleh semua pemangku kepentingan. Dukungan edukasi, pembiayaan, dan riset bagi petani apel dapat membuka jalan bagi kebangkitan sektor ini. Masyarakat dan pemerintah diharapkan dapat bersinergi, untuk tidak hanya menyelamatkan usaha petani apel, tetapi juga untuk menjaga keberlanjutan ekonomi lokal yang berfokus pada pertanian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *