Surabaya – Hingga sepuluh hari setelah kepulangan jemaah haji Indonesia, masih terdapat delapan orang jemaah haji Debarkasi Surabaya yang terpaksa tetap berada di Tanah Suci, Makkah. Mereka mengalami berbagai kendala, termasuk sakit dan hilang.
Dari delapan jemaah tersebut, lima orang dikabarkan tengah menjalani perawatan karena kondisi kesehatan yang memburuk. Dua jemaah lainnya adalah pasangan suami istri, di mana sang istri melahirkan prematur, dan satu orang lainnya saat ini masih dinyatakan hilang. Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Kabid PHU) Kanwil Kemenag Jawa Timur, Mohammad As’adul Anam, mengonfirmasi informasi tersebut dan menyatakan pentingnya langkah-langkah cepat dalam menangani situasi ini.
“Pengembalian jemaah haji yang masih tinggal di Tanah Suci hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI),” ungkap Anam saat dihubungi. Dia menambahkan, jika belum ada surat izin tersebut, pemulangan tidak bisa dilaksanakan.
Masyarakat pun berharap agar jemaah yang hilang segera ditemukan. Upaya pencarian masih terus dilakukan, dan Anam menegaskan, “Kami berkomitmen untuk mencari jemaah tersebut hingga ditemukan dalam kondisi apapun.”
Bagi keluarga yang menunggu kepulangan jemaah, situasi ini tentu menimbulkan keprihatinan. Mengingat sang istri yang melahirkan, keluarga di Indonesia diminta untuk bersabar. Bayi yang lahir prematur, menurut Anam, harus dalam kondisi sehat sebelum diizinkan untuk pulang. “Kami memahami bahwa ini adalah masa sulit bagi keluarga, namun kesehatan buah hati menjadi prioritas utama,” terangnya.
Lima jemaah haji lainnya yang dirawat di rumah sakit mengalami berbagai masalah kesehatan seperti penyakit jantung, diabetes, dan tekanan darah tinggi, yang sering kali dialami oleh lansia. Kondisi ini memerlukan perhatian serius dari pihak penyelenggara haji agar jemaah tersebut mendapatkan penanganan medis yang tepat.
Dalam konteks sosial politik Indonesia saat ini, situasi ini mengingatkan kita akan pentingnya perhatian terhadap jemaah haji, yang merupakan sebagian besar muslim di Indonesia. Kesadaran akan kesehatan dan keselamatan jemaah haji harus menjadi fokus utama penyelenggaraan ibadah haji, agar perjalanan spiritual ini tidak hanya menjadi kebanggaan, tetapi juga aman dan nyaman bagi semua peserta.
Dengan demikian, masyarakat dan pihak terkait diharapkan dapat berkolaborasi untuk menjamin keselamatan dan kesejahteraan jemaah haji, baik selama berada di Tanah Suci maupun setelah kembali ke tanah air. Keberhasilan dalam penanganan isu ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga mencerminkan kepedulian bangsa terhadap warganya, terutama dalam momen-momen penting seperti ibadah haji.
Dalam kondisi penuh harapan dan kekhawatiran ini, mari kita doakan agar mereka yang masih berada di Tanah Suci segera mendapatkan perawatan dan kembali ke rumah dengan selamat.