Ketua Gapasdap Soroti Masalah Keselamatan Transportasi Laut di Banyuwangi
Banyuwangi – Ketua DPP Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Soetomo menyoroti masalah tanggung jawab terkait keselamatan transportasi laut, khususnya menyangkut kecelakaan yang melibatkan KMP Tunu Pratama Jaya. Menurut Khoiri, kesalahan dalam insiden tersebut tidak seharusnya dialamatkan kepada satu pihak saja, melainkan perlu dilakukan analisis menyeluruh terhadap berbagai faktor yang terlibat.
Khoiri menjelaskan, untuk memahami penyebab kecelakaan seperti tenggelamnya, atau tubrukan kapal, diperlukan tinjauan komprehensif terhadap regulasi dan infrastruktur yang ada. “Kecelakaan kapal merupakan akibat dari tatanan yang harus segera dibenahi, baik dari sisi regulasi maupun infrastruktur,” katanya.
Meskipun pengusaha mendukung tuntutan pemerintah untuk meningkatkan pelayanan transportasi laut, Khoiri mengingatkan bahwa pemerintah juga harus memperhatikan dan memperbaiki sistem yang ada dalam transportasi laut. Dia menambahkan, dibandingkan dengan keamanan di bandara yang ketat, kondisi di pelabuhan masih lemah. “Ketika pengamen atau pengasong bisa bebas masuk, maka itu menjadi tantangan tersendiri,” ungkap Khoiri. Menurutnya, seharusnya pelabuhan juga dilengkapi dengan Port Security (Portsec) untuk menjaga keselamatan dan kenyamanan.
Khoiri mengakui bahwa sektor transportasi penyeberangan sangat vital bagi perekonomian Indonesia, bukan hanya sebagai angkutan umum tetapi juga berperan dalam pertahanan keamanan. “Di saat pemerintah mengucurkan triliunan untuk bandara, pelabuhan tidak mendapatkan perhatian yang sama,” ujarnya.
Perihal dugaan overload yang menyebabkan tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya, Khoiri menjelaskan bahwa masalah ini tidak sepenuhnya dapat disalahkan pada operator kapal. Menurutnya, overload sering terjadi bahkan sebelum kapal berlayar, terutama karena banyak truk ODOL (over dimension, over load) yang dimuat sebelum naik ke kapal. “Kesalahan tidak dapat sepenuhnya dialihkan ke operator kapal, karena ini adalah masalah yang kompleks,” tegasnya.
Khoiri juga menyayangkan kondisi dermaga yang masih berbentuk plengsengan meskipun Indonesia telah merdeka selama 80 tahun. “Biaya untuk membangun dermaga jauh lebih murah dibandingkan membangun bandara baru seperti Kertajati,” tambahnya.
Sebelumnya, Komisi V DPR-RI mengeluarkan pernyataan meminta pengusaha untuk mengganti kapal yang sudah tidak laik layar dalam pelayaran lintas Ketapang – Gilimanuk. Khoiri siap memenuhi permintaan tersebut, namun menekankan perlunya pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur dermaga yang ada. “Jenis dermaga mempengaruhi jenis kapal yang bisa bersandar. LCM sekarang sudah tidak layak digunakan. Kami mendesak agar pemerintah mengganti dermaga menjadi Movable Bridge yang dilengkapi dengan breakwater,” ujarnya.
Sikap kritis ini mencerminkan betapa pentingnya keselamatan transportasi laut bagi masyarakat, terutama di jalur Ketapang – Gilimanuk yang dikenal sangat sibuk. Masyarakat berharap pemerintah dapat segera mengambil langkah konkret untuk meningkatkan infrastruktur dan keselamatan dalam transportasi laut ini.