Kampung Lontong Surabaya: Tradisi Produksi Lontong yang Tak Pernah Tidur

oleh -18 Dilihat
Aktivitas di kampung lontong surabaya 1752399547566 169.jpeg

Kampung Lontong: Sentra Produksi Lontong yang Tak Pernah Tidur di Surabaya

Surabaya – Di tengah padatnya permukiman di Kelurahan Kupang Krajan, Kecamatan Sawahan, Kampung Lontong menjadi salah satu magnet ekonomi yang berhasil mengangkat perekonomian warga setempat. Sejak dini hari, aktivitas warga berkumpul untuk memproduksi ribuan lontong yang akan didistribusikan ke berbagai pasar tradisional di Surabaya.

Kampung Lontong bukanlah hasil instan; usaha pembuatan lontong ini dimulai pada tahun 1974 oleh Rahmiyah. Sosok perempuan tangguh ini tidak hanya merintis usaha, tetapi juga membagikan ilmu membuat lontong kepada para tetangganya. “Almarhumah Bu Rahmiyah merupakan tokoh kunci yang membangun usaha ini. Ia tidak hanya menjual produk, tetapi juga mendorong banyak keluarga untuk berpartisipasi,” tutur Joko Prasetyo, Pengawas Koperasi Sentra Lontong Mandiri.

Dalam beberapa tahun, hasil produksi yang awalnya dikerjakan oleh satu-dua keluarga kini telah berkembang menjadi sumber penghidupan bagi sekitar 64 kepala keluarga di RW 2, RW 6, dan RW 7. Bahkan, usaha ini telah diwariskan hingga ke generasi ketiga. Proses produksi lontong di Kampung Lontong dimulai sejak pagi hari, melibatkan persiapan daun pisang, pengukuran beras, hingga merebus lontong dalam jumlah besar.

Dalam sehari, satu keluarga pengrajin mampu memproduksi antara 1.000 hingga 2.500 lontong. “Kami bekerja hampir 24 jam agar produk kami siap dipasok ke pasar-pasar sejak subuh,” ungkap Joko. Lontong yang dihasilkan memiliki harga sekitar Rp2.000 per biji dan menyuplai pasar-pasar seperti Pasar Mangga Dua, Pasar Simo, serta berbagai usaha katering.

Kampung Lontong lebih dari sekadar usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); ia merupakan simbol ketekunan dan keberlanjutan tradisi. “Setiap hari bisa memproduksi hingga 27 keranjang lontong, dengan satu keranjang berisi 70 lontong,” jelas Ayu, seorang penerus usaha yang kini berusia 29 tahun.

Keberadaan Kampung Lontong juga menarik perhatian luar. Belakangan, tempat ini sering menjadi tujuan wisata edukasi. Wisatawan dan tokoh penting, termasuk Presiden ke-5 RI Megawati Soekarno Putri dan Chef Arnold Poernomo, telah berkunjung untuk belajar proses pembuatan lontong. Berbagai paket wisata ditawarkan, mulai dari belajar membuat lontong hingga mencicipi aneka hidangan berbahan lontong.

Kampung Lontong menjadi contoh nyata bagaimana umat mampu mengolah potensi lokal menjadi sumber kesejahteraan. Inisiatif ini sangat relevan dalam konteks sosial ekonomi Indonesia saat ini, di mana keberagaman usaha mikro dapat membantu menciptakan lapangan kerja dan memberdayakan masyarakat lokal. Keberlangsungan usaha di Kampung Lontong patut dicontoh oleh daerah lain di Indonesia untuk memanfaatkan potensi lokal dan mendukung pertumbuhan ekonomi berbasis komunitas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *