Jaksa Tuntut 19 Tahun Penjara untuk Terdakwa Kekerasan Seksual Anak di Surabaya
Jakarta, – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Saaradinah Salsabila Putri Nuwianza menuntut terdakwa Nur Herwanto Kamaril dengan pidana penjara selama 19 tahun terkait kasus kekerasan seksual terhadap tiga anak asuhnya di Panti Asuhan Budi Kencana, Surabaya. Tuntutan ini bukan hanya mengindikasikan komitmen hukum, tetapi juga menyoroti isu perlindungan anak yang semakin mendesak di tengah masyarakat Indonesia.
Nur Herwanto terbukti bersalah melanggar Pasal 76D Juncto Pasal 81 ayat (3) UU Perlindungan Anak, serta Pasal 65 ayat (1) KUHP. Dalam tuntutannya, JPU menekankan bahwa hukuman yang diajukan lebih berat dari ancaman maksimum pasal yang dilanggar, yaitu 15 tahun penjara. Jaksa menyebutkan bahwa perilaku terdakwa berulang kali merusak mental anak dan mempergunakan ketidakberdayaan para korban.
“Perbuatan ini melibatkan lebih dari satu orang korban dan dilakukan berulang kali sejak awal 2022. Keresahan masyarakat terhadap kejahatan ini juga turut menjadi pertimbangan yang memberatkan hukuman,” ungkap Jaksa dalam persidangan yang berlangsung.
Ekspresi penyesalan dari terdakwa pun tidak terlihat selama proses hukum. Bahkan, sidang sempat digelar di lokasi kejadiannya (TKP), karena Nur Herwanto tidak mengakui perbuatan tercelanya. Hal ini tentunya mengundang kekecewaan di kalangan masyarakat dan keluarga korban.
Tis’at Afriyandi, pendamping hukum para korban, mengapresiasi tuntutan 19 tahun yang diajukan JPU. Ia berpendapat bahwa hukuman yang diberatkan adalah wajar, melihat posisi terdakwa sebagai pengasuh anak-anak di panti asuhan tersebut. “Tuntutan ini seharusnya menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak, agar kekerasan terhadap anak, terutama yang berujung pada persetubuhan, tidak terulang,” tutur Tis’at.
Pentingnya kasus ini semakin relevan mengingat peringatan Hari Anak Nasional pada 23 Juli yang lalu. Tis’at berharap agar negara lebih serius dalam memberikan perlindungan terhadap anak-anak. “Hak-hak anak harus menjadi perhatian utama, agar tidak ada kejadian serupa di masa depan,” lanjutnya.
Kasus Nur Herwanto mencerminkan tantangan besar yang dihadapi Indonesia dalam menjaga keselamatan anak-anak. Dari data terbaru, kekerasan seksual terhadap anak meningkat, menyoroti perlunya ketegasan hukum dan upaya pencegahan yang lebih efektif. Modus kejahatan yang dilakukan terdakwa, dengan membangunkan korban pada malam hari dan membawanya ke kamar kosong untuk melakukan kekerasan seksual disertai ancaman, menggambarkan betapa rentannya anak-anak dalam lingkungan yang seharusnya mereka percaya.
Sebagai masyarakat, kita wajib mengedukasi diri dan lingkungan sekitar tentang pentingnya mengawasi dan melindungi anak-anak dari predator. Kasus ini harus menjadi pengingat bahwa panti asuhan dan institusi yang mengasuh anak memikul tanggung jawab besar dalam memberikan perlindungan dan menciptakan lingkungan yang aman.
Sidang putusan masih menunggu tahap selanjutnya, dan semua harapan kini tertumpu pada majelis hakim agar dapat mempertimbangkan tuntutan tersebut demi keadilan bagi para korban. Pengasuh seharusnya menjadi pelindung, bukan justru menjadi pelaku kejahatan. Melalui kasus ini, diharapkan seluruh elemen masyarakat dapat lebih peka terhadap isu-isu kekerasan terhadap anak demi terciptanya masa depan yang lebih baik.