Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward O.S. Hiariej, mengungkapkan bahwa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berlaku saat ini, terdapat tiga kemungkinan putusan hukum: penjatuhan pidana, pembebasan, dan lepas dari tuntutan. Namun, dengan adanya revisi KUHAP, peran penegak hukum akan diperluas.
Edward menjelaskan, selama ini penegak hukum di Indonesia dikenal terdiri dari polisi, jaksa, hakim, dan advokat. Dalam perkembangan terbaru ini, penegak hukum juga akan melibatkan pembimbing kemasyarakatan. Penambahan ini bertujuan untuk mengimplementasikan putusan pengadilan yang mengatur penjatuhan pidana berupa kerja sosial, yang tidak dapat dilaksanakan hanya oleh kepolisian atau kejaksaan.
“Konsep ini dikenal sebagai panca wangsa penegak hukum, di mana pembimbing kemasyarakatan memiliki peran yang krusial dalam pengawasan dan pelaksanaan hukuman non-penjara,” jelas Edward. Revisi ini diharapkan dapat menjawab tantangan dalam penegakan hukum di era modern, serta memberikan dampak positif bagi masyarakat dengan menciptakan sistem peradilan yang lebih manusiawi dan rehabilitatif. Keberadaan pembimbing kemasyarakatan diharapkan dapat memperkuat integrasi sosial dan mengurangi angka residivisme.