Harga Bumbu Dapur Melonjak di Kota Pasuruan, Masyarakat Terimbas
Kota Pasuruan – Kenaikan harga bumbu dapur di Kota Pasuruan menjadi perhatian publik belakangan ini. Dua komoditas yang mengalami lonjakan harga cukup signifikan adalah tomat dan cabai rawit. Di Pasar Kebonagung dan Pasar Besar, harga tomat yang sebelumnya Rp 17 ribu per kilogram kini melonjak menjadi Rp 27 ribu per kilogram. Bahkan, para pedagang di Pasar Besar melaporkan bahwa harga tomat bisa mencapai Rp 30 ribu per kilogram.
Sulastri, seorang pedagang sayur, mengungkapkan, “Kalau ecer harganya lebih mahal.” Ia menggambarkan situasi yang dihadapi pedagang, terutama berkaitan dengan pasokan tomat yang seringkali datang dari panen awal, membuat kualitas barang tidak optimal. Faizol, pedagang lainnya, juga menambahkan bahwa banyak tomat yang diambil sebelum matang. “Ini tomat belum waktunya panen tapi sudah dipetik. Mau gimana lagi, harganya mahal, stok juga susah,” keluhnya.
Selain tomat, harga cabai rawit juga mengalami lonjakan drastis. Dari harga sebelumnya Rp 45 ribu per kilogram, kini melonjak menjadi Rp 70 ribu per kilogram. Hal ini tentu menjadi beban tambahan bagi masyarakat yang bergantung pada bumbu dapur tersebut dalam kegiatan memasak sehari-hari.
Kenaikan harga ini telah disoroti oleh Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Pasuruan, Rizki Pramita. Ia menjelaskan, lonjakan harga terjadi sejak 22 Juni 2025 dan mengaitkannya dengan perubahan cuaca yang berdampak pada kualitas serta kuantitas hasil panen. “Komoditas seperti tomat dan cabai sangat sensitif terhadap perubahan cuaca,” katanya.
Kondisi ini tidak hanya menciptakan ketidakpastian bagi pedagang, tetapi juga berdampak langsung pada masyarakat. Bagi banyak keluarga, peningkatan harga bumbu dapur ini menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi yang memiliki keterbatasan ekonomi. Angka inflasi yang meningkat dapat memperburuk situasi, seiring dengan berkurangnya daya beli masyarakat.
Kenaikan harga bumbu dapur ini juga perlu menjadi perhatian pemerintah. Dalam spektrum yang lebih luas, kondisi ini mencerminkan tantangan ketahanan pangan yang dihadapi oleh Indonesia. Komoditas pertanian yang tidak hanya bergantung pada faktor geografis, tetapi juga pada kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan distribusi dan proteksi harga.
Sebagai masyarakat, penting untuk tetap memantau kondisi pasar dan mencari alternatif bumbu dapur yang lebih ekonomis. Pedagang lokal juga diharapkan lebih transparan dalam memberikan informasi mengenai harga dan kualitas produk yang dijual. Dukungan terhadap program-program pemerintah yang berfokus pada peningkatan produksi pertanian dan distribusi juga sangat diperlukan agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Dengan demikian, keterlibatan semua pihak dalam menghadapi tantangan ini menjadi sangat krusial. Masyarakat, pedagang, dan pemerintah harus bersinergi untuk memastikan ketersediaan bahan pangan yang terjangkau dan berkualitas demi kesejahteraan bersama.