Berkah Musim Kemarau Bagi Perajin Layangan di Mojokerto
Mojokerto – Musim kemarau membawa angin segar bagi perajin layangan di Mojokerto. Di tengah cuaca kering yang melanda, permintaan layangan lipat pantai meningkat pesat. Hal ini dirasakan oleh Riyadi, seorang perajin layangan berusia 44 tahun yang tinggal di Perumahan Abadi Megah Regency, Kalijaring, Desa Mlirip, Jetis, Mojokerto.
Riyadi, yang akrab disapa Bang Sarip, bersama istri dan anaknya, kini sibuk memenuhi pesanan layangan dari berbagai daerah di Indonesia. “Pesanan mulai masuk akhir bulan ini, dengan total 200 layangan, kebanyakan dari Sumatra,” ungkapnya saat diwawancarai di rumahnya, Selasa (1/7/2025).
Di tahun-tahun sebelumnya, Riyadi telah menerima pesanan dari sejumlah daerah, termasuk Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sumatera, hingga Papua. Permintaan biasanya datang dari daerah-daerah yang memiliki pantai yang ramai dikunjungi. Pada puncak permintaan, seperti tiga tahun lalu, ia harus mengerjakan hingga 1.000 layangan dalam sepekan selama musim kemarau yang berlangsung dari bulan Juni hingga November.
“Produksi kami fokus pada layangan berbahan bambu petung dan kain peles, dengan teknik printing dan sablon,” jelas Riyadi. Dengan bantuan istrinya, Sulasih, dan anak keduanya, M. Risky Afriliansah yang berusia 16 tahun, biaya produksi dapat ditekan. Mereka menggunakan metode belajar mandiri dalam membuat layangan yang memiliki kerangka seimbang.
Riyadi memulai produksi dengan merakit kerangka dari bambu petung yang dikenal memiliki ukuran ruas lebih panjang. Setelah kerangka siap, ia memasang kain peles menggunakan lem khusus agar layangan tidak mudah lepas saat terbang. Proses pembuatan motif pada kain dilakukan dengan dua cara, yaitu printing dan sablon. Layangan yang diproduksi terdiri dari dua ukuran, yaitu 45×75 cm dan 90×120 cm.
Meskipun mempekerjakan hanya tiga orang, Riyadi mampu menyelesaikan 200 layangan dalam waktu hanya empat hari, dengan rata-rata 30 menit untuk setiap unit. “Kami melayani grosir. Untuk layangan printing ukuran 90×120 cm harganya Rp 50.000 hingga Rp 55.000, sedangkan ukuran 45×75 cm dijual seharga Rp 10.500. Untuk layangan sablon ukuran 45×75 cm, kami jual Rp 8.500,” tambahnya.
Kesuksesan Riyadi dalam usaha ini tidak lepas dari dukungan komunitas lokal dan kecintaan masyarakat terhadap budaya bermain layangan, terutama di kalangan anak-anak. Dalam konteks sosial, peningkatan permintaan layangan tidak hanya membantu perekonomian keluarga Riyadi, tetapi juga membuka peluang bagi perajin lain di sekitar Mojokerto.
Dalam situasi sosial-politik yang kerap bergejolak, sektor usaha kecil seperti ini menjadi penting. Ia menunjukkan daya tahan masyarakat dalam beradaptasi dengan perubahan cuaca dan kondisi ekonomi. Permintaan layangan yang meningkat juga mencerminkan semangat masyarakat untuk tetap beraktivitas meskipun ada tantangan.
Dengan semangat karya dan ketekunan, Riyadi berharap dapat terus berkontribusi dalam meningkatkan ekonomi lokal, sambil mempertahankan tradisi dan budaya bermain layangan di Indonesia. Musim kemarau yang biasanya dianggap sebagai tantangan kini justru menjadi peluang emas bagi perajin layangan untuk berkembang dan berinovasi.