Peringatan Kudatuli 1996: Momen Refleksi dan Harapan bagi Demokrasi Indonesia
Sidoarjo, (ANTARA) – Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPC PDI-P) Sidoarjo menggelar peringatan serentak atas peristiwa kerusuhan 27 Juli 1996, dikenal sebagai Kudatuli, di enam lokasi pada Jumat (25/7). Acara tersebut ditandai dengan penyalakan ribuan lilin sebagai simbol harapan dan doa agar insiden serupa tidak terulang di masa depan.
Hari Yulianto, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPC PDI-P Sidoarjo, menjelaskan bahwa peringatan ini tidak hanya sekadar mengenang sejarah, tetapi juga merupakan momentum untuk refleksi. “Kami menginstruksikan semua kader untuk melaksanakan acara ini, termasuk doa bersama yang bertujuan meminta kepada Tuhan agar kekerasan, seperti yang terjadi di Kudatuli, tidak terulang,” ujarnya.
Acara ini melibatkan semua struktur partai hingga tingkat desa dan kelurahan, dan diharapkan bisa melibatkan ribuan kader dari berbagai elemen PDI-P. Menurut Hari, Kudatuli adalah bagian penting dari sejarah demokrasi Indonesia yang perlu diingat sebagai pelajaran.
Pentingnya momen ini tidak hanya dirasakan oleh partai, tetapi juga masyarakat luas. Sebagai bangsa yang masih berjuang untuk menguatkan demokrasi, refleksi atas peristiwa Kudatuli perlu menjadi bauran dalam kesadaran kolektif masyarakat Indonesia mengenai pentingnya menghargai perbedaan.
Kudatuli tidak hanya menjadi catatan pahit bagi PDI-P, tetapi juga sebagai pengingat akan pentingnya penyelesaian konflik secara damai. “Ketika Ibu Megawati menjadi Presiden, ia tidak menggunakan kekuasaannya untuk membalas dendam kepada pihak-pihak yang terlibat dalam Kudatuli. Sebaliknya, dia menyerahkan sepenuhnya kepada aparat hukum,” tambahnya. Sikap ini menunjukkan kepatuhan terhadap konstitusi yang seharusnya menjadi teladan bagi semua pihak.
Plt Sekretaris DPC PDI-P Bambang Riyoko menegaskan, peringatan ini diharapkan dapat dihadiri oleh ribuan kader dari berbagai kalangan, termasuk pengurus dari 18 kecamatan dan perwakilan dari 346 desa dan kelurahan. “Kami ingin momen ini bukan hanya mengenang, tetapi juga menyebarluaskan nilai-nilai demokrasi yang damai,” ujarnya.
Masyarakat Sidoarjo dan sekitarnya diharapkan ikut serta dalam acara ini, tidak hanya untuk mengenang, tetapi juga menjadi partisipan aktif dalam menjaga demokrasi. Dengan penyalakan lilin, diharapkan sikap toleransi dan damai dapat tumbuh di tengah keragaman pandangan politik di Indonesia.
Peringatan Kudatuli 1996 yang diselenggarakan oleh PDI-P Sidoarjo ini bukan hanya sekadar pengingat sejarah, tetapi merupakan panggilan untuk merenungkan cara demokrasi berlangsung di Indonesia. Dalam konteks sosial-politik Indonesia saat ini yang masih rentan terhadap konflik, penting bagi masyarakat untuk selalu meneguhkan komitmen pada nilai-nilai keadilan dan toleransi. Masyarakat harus terus berupaya agar peristiwa kelam seperti Kudatuli tidak terulang, menjaga keseimbangan demokrasi, dan memperkuat persaudaraan antarwarga negara.