Geguritan: Warisan Sastra yang Tersimpan dalam Nilai Kehidupan Masyarakat Jawa
SURABAYA – Geguritan, salah satu bentuk sastra tradisional Jawa, masih memegang peranan penting dalam budaya masyarakat Indonesia, terutama di Jawa. Puisi berbahasa Jawa ini tidak hanya mengandung keindahan bahasa, tetapi juga menyimpan berbagai pesan moral dan filosofi kehidupan. Keberadaan geguritan dalam acara-acara budaya menunjukkan bahwa sastra tradisional ini tetap relevan meskipun di tengah arus modernisasi yang mengubah banyak aspek kehidupan.
Geguritan, yang berasal dari kata “gurit” (puisi), memiliki definisi menurut Pemerintah Kota Surakarta sebagai karya sastra Jawa yang kreatif dan tidak terbatas pada aturan ketat. Meskipun beberapa penulis masih mempertahankan format klasik, kebebasan berekspresi ini memungkinkan geguritan menyampaikan nilai-nilai budaya dengan gaya bahasa yang puitis dan simbolik.
Dalam konteks budaya Jawa, geguritan berfungsi lebih dari sekadar hiburan. Ia menjadi media ekspresi emosional, pendidikan karakter, sarana hiburan dalam pertunjukan seni, serta dokumentasi nilai-nilai budaya. Melalui geguritan, perasaan cinta, kerinduan, dan kebahagiaan dapat disampaikan dengan indah. Selain itu, berbagai pesan kebijaksanaan mengenai etika dan sopan santun dapat ditemukan dalam setiap baitnya.
Misalnya, tema alam yang sering diangkat dalam geguritan mencerminkan kedekatan masyarakat Jawa dengan lingkungan. Dalam beberapa karya, pelukisan keindahan alam bersanding dengan kritik terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh manusia. Hal ini relevan dalam konteks saat ini, di mana perhatian terhadap lingkungan semakin mendesak di tengah masalah perubahan iklim.
Geguritan tema pendidikan juga menjadi perhatian, mendorong generasi muda untuk giat belajar dan menghargai ilmu pengetahuan. Karya-karya seperti “Golek Ngelmu” mengingatkan pembaca tentang pentingnya ketekunan dalam belajar, melawan rasa malas, dan melanjutkan tradisi menuntut ilmu. Pesan ini sangat relevan di era digital saat ini, di mana tantangan belajar seringkali dihadapkan pada distraksi yang begitu banyak.
Dalam suatu geguritan berjudul “Pahlawanku,” pengarang menekankan komitmen generasi muda untuk terus berjuang demi cita-cita bangsa, bukan hanya melawan musuh fisik tetapi juga melawan kemalasan. Konteks ini mendorong kita untuk merenungkan sejauh mana kita bisa menghargai kemerdekaan dan menciptakan kontribusi positif bagi masyarakat.
Geguritan juga mengajak kita untuk merenungkan pentingnya menjaga warisan budaya dan nilai-nilai luhur yang telah diturunkan oleh generasi sebelumnya. Dengan membacakan atau mendiskusikan geguritan dalam komunitas, masyarakat dapat saling berbagi pemikiran dan inspirasi, memperkuat ikatan sosial sekaligus melestarikan budaya yang kian tergerus oleh zaman.
Secara keseluruhan, geguritan bukan hanya sekadar karya sastra, melainkan cermin dari kehidupan, harapan, dan pengalaman masyarakat Jawa. Melalui sastra ini, kita diingatkan agar selalu menghargai dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam setiap bait yang disampaikan. Dalam dunia yang terus berkembang, geguritan tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya bangsa Indonesia, yang harus dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang.
Dengan berbagai kelebihannya, geguritan mengajak masyarakat untuk melihat ke dalam, merenungkan kehidupan, dan menyatu dengan budaya yang telah ada selama berabad-abad. Mari kita lestarikan dan teruskan karya-karya berharga ini sebagai warisan budaya yang tidak ternilai.