Surabaya Tetap Ramai, Rojali dan Rohana Muncul Usai Liburan Panjang

oleh -13 Dilihat
Pembeli saat melihat barang barang di salah satu mal kawasan surabaya pusat foto aprilia 17537677360.jpeg

Surabaya, 29 Juli 2025 — Fenomena sosial yang dikenal dengan istilah Rojali (rombongan jarang beli) dan Rohana (rombongan hanya nanya) mulai menjadi sorotan di kalangan pengelola pusat perbelanjaan. Munculnya perilaku ini di sejumlah mal di Indonesia, tak terkecuali di Surabaya, menjadi indikator turunnya daya beli masyarakat. Namun, Ketua DPD Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Jawa Timur, Sutandi Purnomosidi, menegaskan bahwa Surabaya masih menunjukkan kondisi yang kondusif.

Menurut Sutandi, penurunan penjualan yang terjadi saat ini adalah bagian dari siklus alami pasca-libur panjang, seperti libur Idul Fitri dan tahun ajaran baru. “Setelah masa libur sekolah, penjualan memang biasanya mengalami penurunan. Ini wajar dan merupakan bagian dari siklus belanja masyarakat,” ungkapnya saat diwawancarai oleh detikJatim.

Meski begitu, Sutandi mencatat bahwa mal di Surabaya tetap menjadi tujuan utama masyarakat untuk berkumpul. “Di akhir pekan, mal tetap ramai. Banyak pengunjung datang bukan hanya untuk berbelanja, tetapi juga untuk beraktivitas lain seperti berkumpul dengan keluarga atau teman,” tambahnya. Hal ini menunjukkan bahwa mal kini bertransformasi menjadi “civic center,” di mana kebersamaan dan aktivitas sosial menjadi fokus utama.

Pengelola mal juga berupaya menarik perhatian pengunjung dengan berbagai program promosi dan diskon. “Ada beberapa program seperti Buy One Get One Free yang kami luncurkan untuk meningkatkan minat beli. Kami juga berencana menyelenggarakan berbagai event menarik agar pengunjung tetap terstimulasi untuk datang,” jelas Sutandi.

Kondisi ini menunjukkan pentingnya peran mal sebagai tempat sosial di tengah masyarakat, di mana para pengunjung dapat menjelajahi berbagai tenant, menikmati hiburan, bahkan melakukan perawatan di salon yang tersedia. Seperti yang diungkapkan Najwa (23), salah seorang pengunjung yang lebih suka melakukan window shopping. “Kalau ada diskon, baru deh saya beli. Tapi tetap diusahakan sesuai budget,” ungkapnya.

Serupa dengan Najwa, Putri (22) menambahkan bahwa dirinya sering hanya berjalan-jalan di mal. “Saya biasanya membeli makanan dan minuman, serta melakukan aktivitas lain seperti nonton bioskop,” katanya. Ini mencerminkan perubahan perilaku konsumen yang lebih mengutamakan pengalaman daripada sekadar berbelanja.

Sementara itu, Menteri Perdagangan, Budi Santoso, menjelaskan bahwa fenomena Rojali dan Rohana bukanlah hal yang baru. Menurutnya, masyarakat kini memiliki lebih banyak pilihan, baik di mal maupun lewat belanja online. “Fenomena ini ada sejak lama. Masyarakat bebas untuk memilih tempat berbelanja sesuai kenyamanan mereka,” ujarnya saat peresmian merek UMKM di Jakarta.

Meskipun ada sejumlah tantangan yang dihadapi, baik dari sisi pengelola mal maupun konsumen, satu hal yang jelas adalah bahwa pusat perbelanjaan di Indonesia, terutama Surabaya, tetap berfungsi sebagai tempat berkumpul yang vital. Maka dari itu, pengelola mal diharapkan terus berinovasi untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang semakin beragam, sekaligus menciptakan suasana yang nyaman dan menarik bagi pengunjung.

Kondisi ini penting tidak hanya untuk pertumbuhan sektor ritel, tetapi juga untuk memberikan ruang sosial bagi masyarakat di tengah perubahan perilaku belanja yang semakin dinamis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *