Fenomena Rojali dan Rohana: Masyarakat Surabaya Lebih Suka Window Shopping di Mall

oleh -13 Dilihat
Pembeli saat melihat barang barang di salah satu mal kawasan surabaya pusat foto aprilia 17537677360.jpeg

Surabaya Terdampak Fenomena Rojali dan Rohana: Masyarakat Lebih Suka Belanja Online

Fenomena yang dikenal dengan sebutan Rojali (rombongan jarang beli) dan Rohana (rombongan hanya nanya) semakin marak di pusat-pusat perbelanjaan, termasuk di Surabaya. Meskipun tidak terlihat mencolok, perubahan perilaku belanja ini menarik perhatian publik dan pengamat ekonomi yang menyebutkan fenomena ini berkaitan dengan kondisi sosial serta ekonomi terkini.

Menurut Gigih Prihantono, pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga, dua faktor utama menjadi penyebab tren ini. Pertama, penurunan daya beli masyarakat, dan kedua, pergeseran preferensi belanja yang kini lebih menyukai platform online. “Bisa jadi daya beli turun, bisa juga karena masyarakat lebih memilih berbelanja secara daring,” ungkap Gigih.

Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan tanda-tanda positif, daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih pasca pandemi. “Sebagaimana kita lihat, sebelum puasa ada penurunan, namun kini ekonomi mulai kembali tumbuh seiring kebijakan pemerintah yang memberi kelonggaran,” paparnya. Meski begitu, tantangan usahawan untuk menarik konsumen tetap ada, terutama dengan dampak tarif impor yang kini berpengaruh pada produk domestik.

Fenomena window shopping, di mana masyarakat lebih sering datang ke mal hanya untuk melihat-lihat, mengindikasikan bahwa gaya hidup masyarakat kini berubah. Banyak konsumen merasa lebih nyaman berbelanja secara online tanpa harus keluar rumah. Untuk menghadapi perubahan ini, Gigih menyarankan pelaku usaha agar berinovasi dan lebih memahami perilaku konsumen melalui riset pasar. “Pengusaha perlu memetakan perilaku pelanggan dan melakukan survei untuk memahami pergeseran preferensi ini,” katanya.

Dari hasil penelusuran di beberapa mal di Surabaya, terlihat beberapa pengunjung seperti Najwa (23) yang mengakui sering datang ke mal hanya untuk jalan-jalan dan window shopping. “Kadang saya belum ada budget untuk belanja, tapi suka refreshing ke mal,” tuturnya.

Pengunjung lain, Putri (22), menambahkan bahwa meskipun ia jarang membeli barang, kunjungannya seringkali disertai aktivitas lain seperti menikmati makanan dan minuman di tenant yang ada. “Kalau belanja barang jarang, tapi beli makanan dan nonton bioskop itu pasti,” ujarnya, menggambarkan perilaku yang umum di kalangan generasi muda.

Ketua DPD Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Jawa Timur, Sutandi Purnomosidi, mengatakan bahwa fenomena Rojali dan Rohana ini belum begitu terasa di Surabaya, karena masih dalam tahap kondusif. “Memang ada sedikit penurunan setelah hari raya dan libur sekolah, tapi ini adalah siklus yang wajar,” jelasnya.

Pengamatan ini mencerminkan bahwa masyarakat masih memiliki ketertarikan untuk berkunjung ke mal meskipun tidak selalu untuk berbelanja. Dengan munculnya kebiasaan baru ini, pelaku usaha diharapkan lebih proaktif dalam menghadapi perubahan dan beradaptasi dengan preferensi konsumen yang terus bergeser.

Kondisi ini menciptakan tantangan sekaligus peluang bagi industri retail di Indonesia, terutama di tengah upaya pemerintah untuk memulihkan ekonomi pascapandemi. Riset dan inovasi dalam layanan serta produk dapat membantu menarik kembali konsumen untuk datang dan berbelanja di pusat perbelanjaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *