Pajak 0,25% untuk Pembelian Emas Batangan Mulai 1 Agustus 2025

oleh -9 Dilihat
Whatsapp image 2025 07 31 at 19.35.52.jpeg

Pemerintah Kenakan Pajak 0,25% pada Pembelian Emas untuk Lindungi Masyarakat dari Pajak Berganda

Jakarta – Mulai hari ini, 1 Agustus 2025, pemerintah Indonesia resmi mengenakan pajak penghasilan Pasal 22 sebesar 0,25 persen atas pembelian emas batangan melalui bank bank, termasuk atas transaksi domestik dan impor. Kebijakan ini diharapkan dapat mempermudah dan memperjelas pemungutan pajak, sekaligus melindungi masyarakat dari beban pajak berganda yang selama ini menghantui pasar emas.

Regulasi ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 51 dan Nomor 52 Tahun 2025 yang ditetapkan pada 28 Juli lalu. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Bimo Wijayanto, menjelaskan bahwa aturan ini bertujuan untuk menghindari tumpang tindih pemungutan pajak pada transaksi emas yang dilakukan oleh bank-bank bullion. “Sebelumnya, tidak ada regulasi spesifik mengenai pajak penghasilan Pasal 22 untuk kegiatan perbankan bullion. Situasi ini menciptakan masalah pajak berganda,” ungkapnya dalam konferensi pers di Jakarta.

Kebijakan sebelumnya yang tercantum dalam PMK 48 Tahun 2023 dan PMK 81 Tahun 2024 telah memunculkan kebingungan. Dalam aturan tersebut, penjual emas diharuskan memungut pajak 0,25 persen kepada bank-bank bullion untuk penjualan emas. Namun, di saat yang sama, bank-bank tersebut juga diwajibkan untuk mengenakan pajak 1,5 persen pada transaksi yang sama. Hal ini tentu menjadi beban tambahan bagi pelaku usaha dan akhirnya dapat mempengaruhi harga emas di pasar yang mengarah pada kerugian bagi masyarakat.

Di bawah PMK 51 Tahun 2025, pemerintah menetapkan lembaga keuangan bullion sebagai pemungut pajak Pasal 22, di mana pajak untuk pembelian emas batangan tanpa mempertimbangkan pajak pertambahan nilai (PPN) ini ditetapkan sebesar 0,25 persen. Transaksi dengan nilai di bawah Rp10 juta akan bebas dari pajak, memberikan kelegaan bagi masyarakat yang ingin berinvestasi dalam emas, baik sebagai tabungan maupun untuk usaha kecil.

Selain itu, pemerintah juga menghapus skema pembebasan pajak untuk impor emas batangan, sehingga semua transaksi emas akan dikenakan pajak dengan ketentuan yang sama, baik untuk pembelian domestik maupun impor. “Beban pajak bagi lembaga keuangan akan berkurang dengan tarif baru 0,25 persen, jauh lebih rendah dibandingkan sebelumnya yang 1,5 persen,” tambah Wijayanto.

Dalam PMK 52 Tahun 2025, diatur juga tentang pengecualian khusus dari pajak penghasilan Pasal 22 untuk transaksi emas. Penjualan emas perhiasan atau batangan ke tiga kelompok tertentu: konsumen akhir, wajib pajak usaha mikro dan kecil yang dikenakan pajak penghasilan final, serta wajib pajak yang memiliki surat keterangan bebas pajak, tidak akan dikenakan pajak. Hal ini menjadi kabar baik bagi masyarakat yang membeli emas untuk kebutuhan sehari-hari atau investasi kecil-kecilan.

Hestu Yoga Saksama, Direktur Regulasi Pajak di Direktorat Jenderal Pajak, memberikan penjelasan lebih lanjut. “Misalnya, jika Antam menjual kepada konsumen akhir seperti ibu rumah tangga, transaksi tersebut tidak akan dikenakan pajak. Namun, pajak tetap berlaku bagi pedagang atau produsen,” katanya.

Kebijakan ini, yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, diharapkan dapat menyederhanakan prosedur perpajakan dan memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha sekaligus menguntungkan masyarakat. Dengan langkah ini, pemerintah tidak hanya berfokus pada peningkatan pendapatan negara tetapi juga berupaya menjaga daya beli masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *