Hiburan Tradisional Layar Tancap Masih Eksis di Jombang: Mempertahankan Nostalgia Masyarakat
JOMBANG — Masyarakat Jombang masih menjadikan hiburan layar tancap sebagai bagian integral dari perayaan rakyat, baik dalam hajatan pernikahan, sunatan, maupun perayaan HUT Kemerdekaan RI. Kehadiran hiburan klasik ini berkat usaha Slamet Mujiono (43), seorang penggiat layar tancap, yang telah mengumpulkan peralatan dan film-film lawas sejak tahun 2010.
Dilatarbelakangi oleh kecintaan terhadap seni film, Slamet mulai mengoleksi peralatan layar tancap—termasuk tiga unit proyektor jenis Xenon dan 83 film seluloid—sejak ia menjadi operator di usia muda. “Saya mulai terlibat dalam layar tancap pada tahun 1990. Pada 2010, saya memutuskan untuk mengoleksi peralatan ini untuk kepentingan pribadi,” ujar Slamet ketika ditemui di rumahnya di Desa Kauman, Ngoro, Jombang.
Pengumpulan film dan peralatan hingga kini dilakukan secara bertahap, dengan Slamet bergabung dalam Persatuan Layar Tancap Indonesia (PLTI) untuk mendukung koleksinya. Harga film yang ia beli berkisar antara Rp 450.000 hingga Rp 800.000 per judul. “Rata-rata, satu film terdiri dari empat rol seluloid. Film India bisa mencapai enam rol,” paparnya. Kali ini, koleksi film terjadul yang dimilikinya berasal dari tahun 1973, termasuk judul-judul seperti Menggapai Matahari 2 dan Sajadah Kakbah.
Variasi film yang ditawarkan Slamet mencakup berbagai genre, dari laga hingga komedi, menarik perhatian generasi X dan milenial yang merindukan nostalgia. “Keberadaan layar tancap ini menjadi media bagi orang-orang untuk mengenang masa kecil mereka saat layar tancap berada di puncak kejayaannya,” tambahnya. Beberapa film legendaris yang sering diputar termasuk Warkop DKI dan Angling Darma.
Slamet juga memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan layanan layar tancapnya. Metode ini terbukti efektif, meningkatkan permintaan akan pertunjukan yang diadakan di Jombang dan sekitarnya. Meski tidak setiap bulan mendapatkan pekerjaan, permintaan paling tinggi muncul saat musim hajatan dan perayaan HUT Kemerdekaan RI. “Dalam momen HUT Kemerdekaan, biasanya saya memutar film Pasukan Berani Mati dan Darah Garuda,” ujarnya.
Dari segi ekonomi, usaha Slamet memberikan dampak positif bagi masyarakat. Biaya sewa untuk pertunjukan layar tancap berkisar antara Rp 800.000 hingga Rp 1 juta, tergantung jarak lokasi. Hal ini memberikan alternatif hiburan yang terjangkau bagi banyak orang, terutama di daerah pedesaan yang mungkin tidak memiliki akses ke bioskop modern.
Hiburan layar tancap di Jombang bukan hanya sekadar pertunjukan film, melainkan juga sebuah tradisi yang mengikat generasi masa lalu dengan masa kini, menciptakan ruang untuk berbagi pengalaman dan nostalgia. Kehadirannya memperkuat ikatan sosial di komunitas, menjadi saksi bisu dari perubahan zaman, namun tetap mampu menggaet perhatian masyarakat dengan cara yang unik dan menghibur.
Dengan semangat konservasi budaya, Slamet Mujiono berusaha agar hiburan layar tancap tidak punah, melestarikan kenangan generasi sebelumnya sambil memberikan hiburan yang relevan bagi masyarakat saat ini. Di tengah perkembangan teknologi yang cepat, layar tancap tetap memiliki tempat di hati masyarakat, menjadi jembatan antara masa lalu dan hadirnya kembali tradisi yang patut dikenang.