Tiga Narapidana di Malang Mendapat Amnesti dari Presiden Prabowo Subianto

oleh -2 Dilihat
Dua orang napi dari lapas kelas i malang yang mendapatkan amnesti presiden prabowo subianto 17542201.jpeg

Tiga Narapidana di Malang Dapat Amnesti dari Presiden Prabowo Subianto

Sebanyak tiga Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Malang, Jawa Timur, baru saja dibebaskan setelah mendapat amnesti dari Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Keputusan ini menambah catatan langkah pemerintah dalam memberikan kesempatan kedua kepada narapidana yang memenuhi syarat kemanusiaan.

Amnesti merupakan penghapusan kekuatan hukum atas suatu tindak pidana yang diajukan presiden, di mana status pidana dan hukuman para narapidana tersebut dihapus sepenuhnya. Pembebasan ini bukan hanya sekadar formalitas, namun juga sebuah pengakuan atas hak asasi manusia, terutama bagi mereka yang terjerat kasus non-kekerasan seperti pengguna narkoba dengan jumlah kecil serta narapidana berusia lanjut.

Dari tiga narapidana tersebut, dua di antaranya, berinisial KR dan YT, berasal dari Lapas Kelas I Malang. KR dan YT terlibat dalam kasus tindak pidana terhadap perempuan dan anak (PPA), namun mereka memenuhi syarat untuk mendapatkan amnesti berkat riwayat kesehatan yang memprihatinkan, yaitu skizofrenia.

Kepala Lapas Kelas I Malang, Teguh Pamuji, menyatakan bahwa proses pemberian amnesti dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Kami berharap pembebasan ini akan menjadi momentum bagi mereka untuk memperbaiki diri dan kembali ke masyarakat sebagai individu yang lebih baik,” ungkap Teguh pada Minggu (3/8/2025).

Dalam konteks sosial, amnesti ini menggugah harapan bagi masyarakat, terutama keluarga dari narapidana. Pembebasan mereka diharapkan dapat mengurangi stigma dan membantu mereka reintegrasi ke dalam masyarakat. Di tengah kondisi sosial-ekonomi yang masih mengalami tantangan pasca-pandemi, memberikan kesempatan kedua penting untuk menciptakan iklim yang lebih inklusif.

Sementara itu, satu narapidana lainnya yang bebas, berinisial J, berasal dari Lapas Perempuan Kelas II A Malang. J berusia 74 tahun dan dijatuhi vonis selama empat tahun penjara akibat kasus pemalsuan surat. Pertimbangannya untuk mendapatkan amnesti terutama pada kondisi kesehatan dan aspek kemanusiaan. Kepala Lapas Perempuan Kelas II A Malang, Yunengsih, menegaskan bahwa proses pemberian amnesti dilakukan secara transparan dan tanpa dipungut biaya, memberikan kepercayaan kepada publik.

Pemberian amnesti ini merujuk pada Keputusan Presiden RI Nomor 17 Tahun 2025 yang ditandatangani pada 1 Agustus 2025. Keputusan tersebut menjadi salah satu langkah pemerintah dalam melaksanakan amanat hukum yang lebih humanis di era kepemimpinan saat ini.

Menanggapi hal ini, beberapa organisasi masyarakat sipil mengapresiasi tindakan pemerintah yang berani memberikan amnesti. Mereka berharap pemerintah akan terus berkomitmen dalam menjamin hak asasi semua warga negara, termasuk mereka yang pernah terjerat dalam kasus hukum.

Amnesti bukan sekadar soal membebaskan narapidana, namun juga mencerminkan kepedulian masyarakat dan pemerintah terhadap aspek kemanusiaan. Ini menjadi sinyal bahwa rehabilitasi dan reintegrasi sosial adalah arah yang seharusnya diambil dalam penegakan hukum di Indonesia. Dengan demikian, diharapkan ke depan, narapidana yang mendapatkan amnesti dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk berkontribusi kembali bagi masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *