Daya Beli Menurun, Chairul Tanjung Soroti Fenomena Rojali dan Rohana di LPS Financial Festival 2025

oleh -1 Dilihat
Pendiri ct corp chairul tanjung saat menjadi pembicara dalam sesi pertama lps financial festival 202.jpeg

Melemahnya Daya Beli Masyarakat Dapat Berdampak pada Strategi Bisnis di Era Modern

Surabaya – Fenomena “Rojali” (rombongan jarang beli) dan “Rohana” (rombongan hanya nanya) menjadi sorotan penting di tengah melemahnya daya beli masyarakat Indonesia, terutama di kalangan kelas menengah. Chairul Tanjung, pendiri dan Ketua CT Corp, menyampaikan hal tersebut dalam sesi diskusi di LPS Financial Festival 2025 di Dyandra Convention Center, Surabaya, pada Rabu (6/8/2025).

Menurut Chairul Tanjung, penurunan daya beli ini merupakan fakta yang tidak bisa diabaikan. “Kelas menengah kita mengalami penurunan signifikan, menyisakan lebih dari 10 juta orang yang terdampak,” ujarnya. Data statistik yang dia sampaikan menjadi gambaran jelas tentang kondisi ekonomi masyarakat saat ini.

Tanjung melanjutkan, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam beberapa tahun terakhir memperburuk situasi yang ada. “Banyaknya PHK turut menyebabkan penurunan daya beli, sehingga belanja masyarakat menurun drastis,” tegasnya. Dengan situasi yang demikian, pelaku usaha dituntut untuk beradaptasi dan tidak bisa lagi menjalankan bisnis dengan cara konvensional.

“Saat ini, kita perlu mencari cara baru yang di luar kenormalan bisnis. Kreativitas menjadi kunci untuk bertahan di tengah kondisi ini,” kata Tanjung. Dia menekankan pentingnya membaca tren konsumsi dan hiburan yang berubah. Menurutnya, saat ini individu yang pergi ke pusat perbelanjaan lebih memilih untuk makan dan bersosialisasi daripada berbelanja barang. “Maka, bisnis makanan menjadi salah satu andalan, tapi harus mengikuti tren yang sedang populer,” jelasnya.

Namun, Tanjung mengingatkan bahwa tren tersebut bersifat sementara. “Kekinian itu tidak bertahan lama, sehingga pelaku usaha harus terus menciptakan inovasi yang segar dan baru agar bisnis tetap relevan,” tegasnya. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat membutuhkan variasi, tidak hanya dalam pilihan makanan, tetapi juga dalam berbagai aktivitas hiburan.

Mal kini berfungsi sebagai tempat pelarian bagi masyarakat yang mencari berbagai hiburan, dari menonton film hingga bermain game dan aktivitas kesehatan seperti pilates. “Kita harus mengikuti tren ini. Siapa yang bisa memberikan masa depan di era sekarang, dialah yang akan sukses,” tambah Tanjung.

Implikasi dari pernyataan Tanjung sangat jelas bagi masyarakat. Dengan semakin banyak individu yang beralih dari belanja konvensional menuju hiburan di mal, ada potensi baru bagi pelaku usaha lokal untuk menjawab kebutuhan tersebut. Masyarakat kini tidak hanya menjadi konsumen barang, tetapi juga konsumen pengalaman, yang jika dikelola dengan baik dapat menjadi peluang bagi pengusaha untuk mengembangkan bisnis mereka.

Penting bagi pelaku bisnis, terutama yang beroperasi di tingkat lokal, untuk terus memantau perubahan tren dan kebutuhan masyarakat. Dengan begitu, mereka dapat mengambil langkah-langkah strategis yang relevan dan mampu beradaptasi dengan cepat, serta memberikan kontribusi positif bagi perekonomian bangsa.

Informasi dari Chairul Tanjung menjadi pengingat bahwa kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan daya beli. Dalam kondisi yang sulit seperti ini, sinergi antara pelaku bisnis dan masyarakat menjadi sangat penting untuk pemulihan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *