Malang – Penemuan Spesies Baru Cacing Nematoda dan Implikasinya bagi Dunia Pertanian Indonesia
Tim peneliti dari Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB) berhasil menemukan lima spesies baru cacing Nematoda yang berpotensi menjadi parasit dan bermanfaat untuk pertanian. Penemuan tersebut menandai kontribusi signifikan Indonesia dalam bidang penelitian biodiversitas secara global, dengan hasil yang telah dipublikasikan di jurnal internasional bereputasi, G3: Genes|Genomes|Genetics, pada Juli 2025.
Pimpinan tim, Prof. Dr. Agr. Sc. Ir. Hagus Tarno, S.P., M.P., menyatakan bahwa keberhasilan ini bukan hanya sekadar penghargaan bagi universitas, melainkan juga langkah strategis untuk memperkuat branding UB di ranah ilmiah internasional. Penamaan dua dari lima spesies baru, yaitu Caenorhabditis Brawijaya dan Caenorhabditis Ubi, diambil sebagai wujud penghormatan terhadap kontribusi universitas dan untuk menegaskan posisi Indonesia dalam penelitian biodiversitas.
Riset yang dilakukan dengan kolaborasi bersama Centre National de la Recherche Scientifique (CNRS) dari Prancis, Academia Sinica dari Taiwan, dan New York University di Amerika Serikat, membuktikan pentingnya kerjasama internasional di bidang penelitian. Temuan ini tidak hanya menambah jumlah spesies Nematoda yang dikenal, tetapi juga menyediakan wawasan baru untuk strategi pengendalian hama di sektor pertanian Indonesia.
Dalam penelitian yang berlangsung dari April hingga Mei 2024, tim peneliti mengumpulkan 204 sampel dari berbagai habitat di empat pulau besar, yaitu Jawa, Bali, Lombok, dan Sulawesi Selatan. Lokasi pengambilan sampel meliputi UB Forest di Malang, kawasan hutan Batu, serta lereng Gunung Bromo. Dari total sampel, 58 di antaranya mengandung Nematoda dari genus Caenorhabditis.
Prof. Hagus mengungkapkan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan tingkat keanekaragaman hayati Nematoda yang tinggi di Indonesia. Dia berpendapat bahwa posibiltas penemuan spesies baru lainnya akan meningkat jika eksplorasi dilakukan lebih luas. Hal ini menjadi harapan bagi masyarakat pertanian, karena setiap spesies baru membawa potensi untuk pengembangan teknologi pertanian yang lebih maju dan penanganan hama yang lebih efektif.
Salah satu aspek menonjol dari penelitian ini adalah uji hibridisasi antarspesies yang menghasilkan hibrida jantan yang subur, suatu kejadian yang jarang ditemui di dunia Nematoda. Spesies Caenorhabditis Ubi dari Jawa Timur, misalnya, diketahui mampu melakukan persilangan dengan Caenorhabditis sp. 41 dari Kepulauan Solomon. Temuan ini membuka peluang untuk studi lebih lanjut tentang proses spesiasi dan ketidakcocokan genetik antarspesies.
Bagi masyarakat, hasil penelitian ini menawarkan harapan baru dalam pengembangan sektor pertanian Indonesia. Kombinasi antara penelitian ilmiah yang mendalam dan praktik pertanian yang inovatif dapat mendorong peningkatan hasil pertanian yang lebih berkelanjutan dan adaptif terhadap perubahan iklim.
Keberhasilan ini juga berfungsi sebagai pengingat akan pentingnya pendidikan dan riset di Indonesia. Dengan dukungan pemerintah dan masyarakat, diharapkan investasi dalam ilmu pengetahuan dan penelitian seperti ini dapat terus membawa manfaat bagi kehidupan sehari-hari serta masa depan pertanian Indonesia.
Dengan kolaborasi internasional yang terus diperluas, UB dapat mengakses teknologi mutakhir dan sumber daya penelitian yang semakin penting untuk menjawab tantangan global di bidang pertanian. Prof. Hagus menegaskan, “Ini adalah langkah awal menuju pengembangan yang lebih besar dalam penelitian dan pelestarian biodiversitas di Indonesia.”
Dari riset ini, terlihat jelas bahwa dengan memanfaatkan sumber daya lokal dan pengetahuan ilmiah, masyarakat dapat terus berinovasi dan memperkuat posisi Indonesia di dunia ilmiah internasional.