Stok Gula PG Candi Sidoarjo Menumpuk, Harga Anjlok Akibat Gula Rafinasi Masuk Pasar Konsumsi

oleh -2 Dilihat
Stok gula menumpuk di pt perkebunan nusantara pg candi sidoarjo 1754981005055 169.jpeg

Sidoarjo: Stok Gula Menumpuk, Petani Tebu Terancam

PT Perkebunan Nusantara (PG) Candi di Sidoarjo menghadapi masalah serius akibat menumpuknya stok gula hasil produksi. Dampak dari masuknya gula rafinasi ke pasar konsumsi umum telah menyebabkan harga gula lokal anjlok di bawah harga acuan pemerintah, yang memberi dampak langsung kepada petani tebu lokal.

HRD PG Candi, Yoga Aditomo, menjelaskan bahwa di tengah musim giling, di mana pabrik gula secara bersamaan memproduksi gula dari tebu, penjualan justru mengalami penurunan. “Saat ini, harga gula sangat rendah. Bahkan, lelang yang ada sudah di bawah harga yang ditetapkan pemerintah, membuat kami kesulitan menjual gula yang telah diproduksi,” ungkap Yoga di kantor PG Candi belum lama ini.

PG Candi dapat memproduksi sekitar 31.000 ton gula setiap tahunnya, yang termasuk juga pembelian tebu dari petani lokal. Namun, dengan rendahnya serapan pasar, gudang penyimpanan mereka saat ini penuh. “Kami terpaksa harus menambah tempat penyimpanan tambahan sejak pekan lalu. Harga yang kami tawarkan untuk produk dari petani juga sesuai Harga Acuan Pemerintah, yaitu Rp 14.500 per kilogram,” tambahnya.

Terdapat sekitar 8.000 ton gula yang belum terdistribusi sejak awal masa giling pada bulan Mei. Situasi semakin diperparah oleh banyaknya gula rafinasi yang masuk ke pasar konsumen secara langsung. Padahal, berdasarkan regulasi, gula rafinasi seharusnya hanya digunakan sebagai bahan baku untuk industri makanan dan minuman.

“Beberapa pelanggan reguler kami yang biasa membeli gula konsumsi kini berhenti. Mereka lebih memilih gula rafinasi yang harganya jauh lebih murah,” kata Yoga. Gula rafinasi saat ini beredar dengan harga sekitar Rp 14.300 hingga Rp 14.600 per kilogram, lebih rendah dibandingkan harga gula konsumsi PG Candi yang mencapai Rp 15.300 per kilogram.

Yoga menekankan bahwa kondisi ini jelas tidak sehat bagi industri gula nasional dan sangat merugikan petani tebu. “Kami sudah melaporkan indikasi peredaran gula rafinasi ini ke pasar umum untuk ditindaklanjuti,” tambahnya.

Untuk mengatasi masalah penyerapan gula dari petani, PG Candi memanfaatkan skema pembiayaan Sistem Lelang Gula (SLG). Dalam skema ini, gula yang belum laku dijaminkan untuk mendapatkan pembiayaan sebesar 70% dari nilai produk, sementara sisanya ditanggung oleh pabrik. “Skema SLG memungkinkan kami tetap membeli tebu dari petani meski pasar lesu,” jelasnya.

Di tengah penurunan permintaan lokal, PG Candi mencari pasar baru dengan menyuplai produknya ke luar pulau, seperti NTT, NTB, dan beberapa wilayah di Kalimantan dan Sulawesi. “Kami terus berupaya memperluas distribusi, meski tekanan dari gula rafinasi sangat terasa. Tahun ini merupakan yang paling berat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” pungkas Yoga.

PG Candi berharap pemerintah dapat menegakkan regulasi yang lebih ketat terkait distribusi gula rafinasi agar pasar gula konsumsi dalam negeri tidak hancur dan petani tebu lokal tidak semakin terpuruk. Kondisi ini menjadi perhatian penting bagi masyarakat, karena batang tebu merupakan salah satu sumber penghidupan bagi banyak petani di Indonesia. Kestabilan industri gula sangat mempengaruhi ekonomi lokal, dan langkah-langkah yang tepat dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan sektor ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *