Tagihan PBB Warga Jombang Meroket Hingga 1.202%

oleh -2 Dilihat
Ilustrasi pajak rumah kos 169.jpeg

Warga Jombang Terkena Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Hingga 1.202%: Dampak dan Respon Masyarakat

Kenaikan drastis Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) di Jombang memicu kepanikan dan protes dari masyarakat. Sebagian warga, seperti Heri Dwi Cahyono (61), mengalami lonjakan tagihan yang mengkhawatirkan. Pajak tanahnya meningkat hingga 1.202% dari tahun 2023 ke 2024, membuatnya kesulitan untuk melakukan pembayaran.

Heri memiliki dua objek pajak, yaitu tanah seluas 1.042 meter persegi dan bangunan rumah seluas 174 meter persegi di Jalan dr Wahidin Sudiro Husodo, serta tanah seluas 753 meter persegi di Dusun Ngesong VI. Di tahun 2023, pajak untuk objek pertamanya hanya Rp 292.631, sedangkan objek kedua hanya Rp 96.979. Namun, pada tahun 2024, keduanya mengalami kenaikan yang mencolok: rumahnya kini dikenakan pajak sebesar Rp 2.314.768, meningkat 791%, dan tanah di Dusun Ngesong naik menjadi Rp 1.166.209, meningkat 1.202%.

“Kenaikan ini membuat saya tidak mampu membayar pajak. Saya ingin mengajukan keberatan kepada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jombang,” ungkap Heri, yang merasa beban finansial ini sangat memberatkan.

Selain Heri, Joko Fattah Rochim (63) juga mengalami hal serupa. Kenaikan pajaknya mencapai 370%. Untuk memperlihatkan ketidakpuasannya, Joko membayar pajak dengan satu galon uang koin pada 11 Agustus. “Bupati Jombang harus tegas dan meninjau kenaikan ini yang sangat merugikan masyarakat,” katanya.

Kepala Bapenda Jombang, Hartono, mengakui bahwa kenaikan PBB P2 terjadi pada sekitar separuh dari 700.000 Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang diterbitkan. Meski demikian, terdapat juga objek pajak yang mengalami penurunan. “Kenaikan ini bisa mencapai ribuan persen untuk beberapa objek pajak. Namun, hal ini tidak berlaku untuk semua objek,” jelas Hartono.

Masyarakat mengungkapkan kekhawatiran bahwa kenaikan pajak ini akan memengaruhi kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Banyak yang berharap ada evaluasi ulang terhadap kenaikan tarif ini agar tidak menjadi beban tambahan di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pasca-pandemi.

Sebagai respons, beberapa warga telah merencanakan aksi kolektif untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada pihak pemerintah daerah. Mereka berharap dengan suara bersama, pengambil kebijakan dapat mendengar keluhan dan meninjau kembali keputusan yang dianggap terlalu memberatkan.

Situasi ini menunjukkan betapa pentingnya perhatian pemerintah terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. Dengan tarif PBB P2 yang berlaku hingga tahun 2025, diharapkan adanya dialog antara pemerintah dan masyarakat agar solusi yang tepat dapat ditemukan, demi meringankan beban rakyat dan menjaga kesejahteraan bersama.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *