Petani Tebu di Jawa Timur Mengancam Mogok Produksi Akibat Gula Menumpuk
Surabaya – Ratusan petani tebu dari Jawa Timur berkumpul di Surabaya untuk menyampaikan keluhan serius terkait puluhan ribu ton gula hasil panen mereka yang hingga kini tidak terserap di pasar. Situasi ini membuat mereka terpaksa mengintensifkan ancaman mogok massal jika pemerintah tidak segera bertindak.
Sekjen DPP Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Sunardi Eko Sukamto, menegaskan bahwa para petani sudah berada di ambang kesulitan. Saat ini, tercatat sekitar 76.700 ton gula petani yang terpaksa menumpuk di gudang. “Kami sudah kewalahan luar biasa. Kami sulit melanjutkan aktivitas tebang angkut. Pembiayaan yang seharusnya mengalir juga terputus karena pabrik gula tidak mampu menggiling, sementara gudang kami penuh,” ungkap Sunardi di Surabaya, Jumat (15/8/2025).
Sunardi mengharapkan dukungan dari Menteri Pertanian Amran Sulaiman, yang baru-baru ini menjanjikan bantuan nyata untuk membantu menyerap gula petani. Salah satu langkah yang diusulkan adalah pencairan dana sebesar Rp 1,5 triliun dari Danantara kepada Sinergi Gula Nusantara (SGN) dan Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) untuk membeli gula yang terakumulasi.
Namun, jika janji tersebut tidak terwujud, Sunardi mengancam akan melancarkan aksi mogok massal dan demonstrasi. “Kalau dana itu tidak cair dan pemerintah tidak serius merawat petani, maka swasembada gula di Indonesia hanyalah mimpi,” tegasnya. Ia juga menambahkan bahwa anggaran yang dijanjikan tersebut menjadi faktor penentu bagi keberlangsungan usaha para petani tebu. “Kami tidak akan menanam tebu jika janji ini tidak terealisasi,” tambahnya.
Seruan ini datang pada saat yang kritis, di mana ketahanan pangan di Indonesia sangat tergantung pada komitmen pemerintah untuk menyerap hasil pertanian lokal. Selama delapan periode panen, para petani merasa diabaikan, dengan tumpukan gula yang semakin mengancam keberlangsungan hidup mereka. “Kami berharap, antara bulan Agustus hingga November, pemerintah dapat memberikan solusi konkret, agar cita-cita swasembada gula tahun 2027 dapat terwujud,” harap Sunardi.
Dalam pandangan Dewan Pembina DPD APTRI, Arum Sabil, anggaran Rp 1,5 triliun yang direncanakan bukanlah beban. “Dana itu tidak cuma-cuma. Pemerintah sesungguhnya memiliki gula tersebut untuk dijual kembali ke pasar. Sehingga, tidak ada kerugian yang nyata di sana,” jelasnya.
Sikap pesimistis dari para petani tebu ini, tidak lepas dari pengalaman pahit selama bertahun-tahun, di mana mereka merasa minimnya perhatian dan perlindungan dari pemerintah. Mereka berharap agar pemerintah bukan hanya hadir secara simbolis, tetapi juga menunjukkan tindakan yang nyata untuk mendukung produk lokal. Tuntutan mendesak mereka adalah agar gula kristal putih yang dihasilkan dapat diserap oleh pasar, mengingat pula gula adalah kebutuhan pokok bagi masyarakat.
Dalam konteks sosial dan ekonomi Indonesia, situasi ini menunjukkan kerentanan sektor pertanian yang sangat bergantung pada kebijakan pemerintah. Jika keadaan ini tidak cepat diatasi, implikasinya akan sangat luas, mulai dari peningkatan angka pengangguran di kalangan petani hingga dampak pada ketersediaan gula di pasaran.
Dengan tekanan ini, harapan petani tebu di Jawa Timur semakin menumpuk. Mereka berharap dengan lebih banyak perhatian dari pemerintah, mereka dapat terus berkontribusi bagi ketahanan pangan nasional dan mendapatkan kehidupan yang layak dari hasil kerja keras mereka.