Petani Tebu Komplain, Seruan Sepanjang Surabaya untuk Penyerapan Gula oleh Pemerintah
Surabaya – Ratusan petani tebu di Jawa Timur mendesak pemerintah agar segera menyerap gula yang melimpah setiap tahun. Dalam pertemuan yang diadakan di Surabaya, Dewan Pembina DPD Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Arum Sabil, mengungkapkan kekhawatiran atas stok gula yang tidak terserap, yang diperkirakan mencapai 76.700 ton di Jawa Timur, dan ratusan ribu ton secara nasional. Menurutnya, ketika tidak ada langkah konkret dari pemerintah, dampaknya akan sangat merugikan petani dan industri gula lokal.
“Situasi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Kami berharap pemerintah segera merealisasikan janji untuk membeli gula petani dengan alokasi anggaran sekitar Rp 1,5 Triliun,” tegas Arum di hadapan para petani. Ia menambahkan, keberlangsungan industri gula di Indonesia tergantung pada penanganan masalah ini tanpa mengesampingkan kepentingan petani.
Ketidakmampuan pasar untuk menyerap gula petani disebabkan oleh maraknya impor gula rafinasi, yang mengganggu harga dan daya beli petani. “Petani tebu saat ini sedang babak belur. Jika kami terus rugi, produksi tebu di masa depan akan terancam,” jelasnya. Usaha tani tebu, yang menjadi tulang punggung ekonomi pedesaan, membutuhkan perhatian serius agar berkelanjutan.
Dengan usia tanaman tebu yang memerlukan perawatan intensif, Arum menekankan pentingnya keputusan cepat dari pemerintah. “Usia tebu sekitar satu tahun, dan perawatan harus dilakukan terutama dalam tiga bulan pertama. Jika ini tidak diperhatikan, hasilnya akan sia-sia,” papar Arum.
Lebih jauh lagi, ia mengusulkan agar pemerintah membentuk badan koordinasi yang melibatkan semua pihak terkait, agar solusi untuk masalah industri gula bisa disusun secara terpadu. “Keputusan yang tidak terintegrasi antara instansi menyebabkan masalah yang lebih besar,” sambungnya.
Dalam konteks ini, dukungan sebesar Rp 1,5 Triliun diharapkan dapat memberikan suntikan positif bagi petani dan pasar gula. Arum optimis bahwa langkah ini tidak hanya akan membantu petani bertahan, tetapi juga dapat memengaruhi psikologi pasar. “Dengan adanya jaminan serapan, para pedagang seharusnya tidak ragu untuk membeli gula petani,” ujarnya.
Sementara itu, Soedjai Kartasasmita, seorang pakar perkebunan, menyoroti paradoks yang dihadapi petani. Dalam satu sisi Indonesia adalah negara pengimpor gula terbesar dunia, di sisi lain, gula petani lokal tidak laku. “Situasi ini harus segera diselesaikan untuk menghindari protes dari petani tebu,” ujarnya.
Di tengah ancaman mogok massal, Sekretaris Jenderal DPP APTRI, Sunardi Eko Sukamto, menyatakan kegundahannya. “Kami mengalami kesulitan dalam menjalankan operasional karena stok gula yang menumpuk. Jika situasi ini tidak ditangani, kami terpaksa akan mogok kerja,” ujarnya tegas.
Sunardi menunggu langkah nyata dari pemerintah, terutama terkait pencairan dana bantuan dari Danantara untuk mendukung penyerapan gula petani. “Jika pemerintah tidak serius, swasembada gula hanya akan menjadi mimpi,” tegasnya.
Situasi yang kian mendesak ini mencerminkan tantangan besar bagi sektor pertanian di Indonesia, khususnya dalam penanganan kebijakan yang berdampak langsung pada kehidupan petani. Kualitas hidup petani tebu dan keberlangsungan industri gula lokal berada di tangan keputusan pemerintah yang responsif dan berkeadilan.