Pria Surabaya Diadili atas Kasus KDRT, Istri Terpaksa Tinggalkan Rumah dengan Dua Anak

oleh -25 Dilihat
Angga.webp.webp

Surabaya: Tindakan Kekerasan dalam Rumah Tangga Menyisakan Luka yang Dalam bagi Korban

Seorang pria asal Surabaya, Angga, tengah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan dakwaan melakukan tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Tindak kekerasan ini terungkap setelah ia mengusir istrinya, LL, dan dua anak mereka hanya karena LL menerima telepon dari temannya. Kasus ini mencerminkan kompleksitas masalah dalam kehidupan keluarga yang bisa berujung pada tindakan kekerasan.

Dalam persidangan, LL memberikan kesaksian dengan suara bergetar, menggambarkan dinamika hubungan yang penuh ketegangan. Ia menceritakan, pertengkaran dengan suaminya terjadi tanpa alasan yang jelas. “Hanya karena saya menerima telepon dari teman, suami saya merasa tidak dihargai dan langsung mengusir saya,” ungkapnya di hadapan majelis hakim.

LL mengaku sangat terpukul dengan perlakuan suaminya. Dengan membawa kedua anaknya, yang saat itu berusia tujuh tahun dan dua tahun, ia meninggalkan rumah pada tahun 2022 setelah merasa tidak memiliki pilihan lain. Dalam kesedihan, ia terpaksa menumpang di rumah tetangga selama satu hari sebelum mencari tempat kos. “Karena pengusiran itu, saya merasa sangat sedih dan sakit hati,” tambahnya.

Di hadapan jaksa penuntut umum, LL menyatakan bahwa pertengkaran dengan Angga jarang terjadi. Namun insiden pengusiran ini menjadi titik balik dalam hidupnya, membuatnya memutuskan untuk tidak kembali ke rumah. Setelah sebulan tinggal di kos, ia memilih untuk kembali ke rumah orangtuanya tanpa mengungkapkan masalah yang terjadi dalam rumah tangganya. “Karena saya pulang dan tidak balik, akhirnya orangtua mengetahui masalah rumah tangga saya,” ujarnya.

Selama hampir tiga tahun, LL hanya menerima nafkah dari suaminya sebanyak empat kali, dengan total sekitar Rp800 ribu. “Pernah diberi uang tiga kali sebelum laporan, dan satu kali setelah laporan,” jelasnya. Ia juga menegaskan bahwa tidak ada upaya mediasi dari pihak keluarga Angga untuk memperbaiki hubungan mereka. “Tidak pernah ada telepon dari dia, dan mediasi antar keluarga juga gak ada,” tambahnya.

Menanggapi kesaksian LL, Angga membantah tudingan tidak memberikan nafkah. “Saya masih ngasih uang untuk anak-anak yang mulia,” jawabnya singkat.

Sidang ini mencerminkan krisis yang sering dihadapi oleh banyak wanita di Indonesia yang menjadi korban KDRT. Berbagai lembaga dan organisasi di masyarakat terus berupaya memberikan dukungan bagi korban, tetapi stigma dan kurangnya pemahaman masyarakat tentang KDRT masih menjadi tantangan besar. Banyak korban yang merasa terjebak dan tidak mampu bersuara, sehingga kasus seperti ini perlu mendapatkan perhatian lebih.

Dengan agenda sidang yang akan dilanjutkan pada Senin, 28 Juli 2025, yang akan mendengarkan keterangan dari dua saksi lainnya, diharapkan ada kejelasan dalam kasus ini. Kasus Angga dan LL adalah pengingat bagi masyarakat tentang pentingnya perlindungan dan dukungan bagi korban KDRT, serta perlunya edukasi untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *