Gula Petani Menumpuk di PG Assembagoes, Pembayaran Tertunda
Situbondo, Jawa Timur – Pabrik Gula (PG) Assembagoes di Kabupaten Situbondo mencatat lebih dari 5.000 ton gula pasir milik petani belum terjual kepada pedagang sejak sebulan terakhir. Situasi ini berdampak langsung pada arus kas petani tebu, yang hingga kini belum merasakan pembayaran dari pabrik akibat belum terjualnya hasil panen mereka.
General Manajer PG Assembagoes, Mulyono, menyampaikan bahwa dalam empat minggu terakhir, gula pasir yang dihasilkan dari tanaman tebu petani telah menumpuk di gudang pabrik. Rata-rata, pabrik ini memproduksi 1.200 ton gula dalam setiap periode seminggu, yang berarti potensi kerugian bagi petani semakin besar dengan penumpukan tersebut.
“Karena gula pasir belum terjual, kami belum bisa melakukan pembayaran kepada petani yang tebu mereka kami giling,” jelas Mulyono saat konferensi pers di Situbondo, Sabtu (9/8).
Namun, Mulyono tidak dapat memberikan penjelasan pasti mengenai penyebab stagnasi penjualan gula. Diduga, beredarnya gula dengan harga di bawah Harga Acuan Pemerintah (HAP) yang ditetapkan Rp14.500 per kilogram menjadi salah satu faktor utama. Hal ini tidak hanya terjadi di PG Assembagoes, tetapi juga di pabrik gula lain, sebagaimana diungkapkan Mulyono, merujuk kepada koordinasi antara Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) dan kementerian terkait.
Seorang petani tebu asal Desa Jangkar, Hasan, mengungkapkan kesulitan yang dialaminya. “Kami sudah beberapa pekan tidak menerima pembayaran. Informasinya gula belum laku, jadi kami sangat terdampak,” ujarnya. Ketidakpastian ini menciptakan keresahan di kalangan petani, yang bergantung pada pembayaran tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kondisi ini turut memperburuk situasi sosial ekonomi di daerah, di mana banyak keluarga bergantung hidup pada hasil pertanian tebu. Jika harga gula di pasar tidak stabil, hal ini dapat berimbas pada penanaman tebu di masa mendatang, yang akan mempengaruhi pasokan gula secara keseluruhan.
Target produksi PG Assembagoes untuk tahun ini mencapai 500.000 ton tebu, meningkat dari 423.000 ton pada tahun sebelumnya. Namun, dengan penumpukan gula yang signifikan ini, pertanyaan besar muncul mengenai prospek pencapaian target tersebut. Masyarakat mulai khawatir terhadap ketidakpastian harga dan stabilitas pasar gula, yang selama ini menjadi andalan ekonomi mereka.
Krisis ini mengundang perhatian berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan lembaga terkait, untuk segera mencari solusi agar petani mendapatkan haknya tanpa penundaan yang berkepanjangan. Ada harapan agar langkah-langkah konkrit bisa diambil untuk menstabilkan harga dan mempermudah distribusi gula petani ke pasar.
Di tengah tantangan ini, penting bagi masyarakat untuk terus berkolaborasi dan memperkuat jaringan komunitas agar dapat bertahan dan tetap produktif. Keterbukaan informasi antara petani, pabrik gula, dan pemerintah akan sangat dibutuhkan untuk meminimalisir dampak krisis yang menghantui petani tebu di Kabupaten Situbondo.
Dengan situasi yang semakin mendesak, langkah cepat dan tepat dari semua pihak menjadi harapan bagi keberlangsungan hidup petani tebu dan industri gula nasional.