Gula Panen Rakyat Menumpuk di Bondowoso, Tidak Laku Terjual

oleh -4 Dilihat
Ilustrasi gula pasir 169.jpeg

Gula Pertanian Terkendala: Ribuan Ton Gula di Bondowoso dan Situbondo Tidak Terjual

Bondowoso – Permasalahan serius menimpa petani tebu di Bondowoso dan Situbondo, di mana puluhan ribu ton gula menumpuk di gudang pabrik gula. Meskipun sudah terjadi musim panen, gula hasil panen tebu rakyat tidak berhasil terjual pada lelang yang diselenggarakan.

Di Pabrik Gula (PG) Pradjekan, Bondowoso, tercatat sekitar 4.000 ton gula belum terserap pasar, dengan total nilai mencapai Rp 60 miliar berdasarkan harga pokok penjualan (HPP) lelang sebesar Rp 14.500 per kilogram. Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Bondowoso, Rolis Wikarsono, mengungkapkan bahwa fenomena ini tidak hanya terjadi di daerahnya, melainkan juga di lokasi lain.

“Kondisi semacam ini bukan hanya di Bondowoso, tapi juga berasal dari daerah lain,” tegas Rolis pada Selasa (12/8/2025). Ia menambahkan, meskipun musim panen telah dimulai sejak Mei, dalam beberapa minggu terakhir, tidak ada peminat untuk gula yang dijual di lelang. “Biasanya, setiap lelang di PG Pradjekan dapat laku sekitar 1.000 ton, namun kini sama sekali tidak ada penjualan,” ujarnya.

Menurut Rolis, salah satu penyebab utama dari stagnasi ini adalah tingginya angka gula impor dan produk gula jenis lain yang tidak melalui mekanisme lelang petani. “Hasil panen tahun ini sebenarnya cukup baik dengan rendemen rata-rata mencapai 7 persen,” tambahnya, menekankan bahwa kualitas gula lokal tidak kalah dari gula yang diimpor.

Situasi ini memberikan dampak besar tidak hanya bagi para petani, tetapi juga seluruh rantai pasokan gula. “Kondisi seperti ini bukan hanya merugikan petani, tetapi juga berdampak negatif bagi seluruh mata rantai usaha tebu,” tuturnya. Keterpurukan ini dikhawatirkan akan memperlemah sektor pertanian, yang tengah berjuang menghadapi berbagai tantangan di tengah perekonomian Indonesia yang sedang berkembang.

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa penumpukan gula tidak hanya terjadi di PG Pradjekan, tetapi juga di pabrik-pabrik lain. PG Asembagus mencatat sebanyak 11 ribu ton yang tidak terjual, diikuti PG Pandji yang menyimpan 2.500 ton, dan PG Wringinanom di Situbondo dengan 3.950 ton.

Dalam menghadapi masalah ini, Rolis meminta perhatian pemerintah untuk segera turun tangan dan mengambil langkah strategis agar gula dari tebu rakyat dapat terserap dengan baik di pasaran. “Kami berharap pemerintah dapat memastikan bahwa pengadaan gula dapat diatur dengan baik, agar hasil panen tidak terbuang sia-sia,” ujarnya.

Sebagai masyarakat, penting bagi kita untuk menyuarakan kepentingan petani dan menjunjung tinggi produk lokal. Keterlibatan pemerintah dan upaya kolektif semua pihak sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan ini, demi kemajuan dan keberlangsungan pertanian, yang merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia. Pesan ini harus disampaikan agar masyarakat tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga agen perubahan untuk mendukung petani dalam menghasilkan dan memasarkan produk mereka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *