Stok Gula Petani Tebu di Jatim Menumpuk, APTRI Minta Intervensi Pemerintah

oleh -6 Dilihat
Pabrik gula peninggalan belanda tetap dirawat meski tak bikin kaya 1748223526747 169.jpeg

Gula Petani Tebu di Jawa Timur Menumpuk, APTRI Minta Intervensi Pemerintah

Malang – Perkembangan terbaru di sektor pertanian gula di Jawa Timur menunjukkan bahwa banyak gula petani tebu masih tersimpan di gudang pabrik pasca-giling. Fenomena ini disebabkan oleh melimpahnya pasokan gula kristal rafinasi yang lebih murah dan mendominasi pasar. Menurut Wakil Ketua Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Dwi Irianto, produksi gula di Jawa Timur menyuplai hampir 40 persen dari total kebutuhan gula nasional. Namun, saat ini, gula hasil kerja para petani terhambat dalam penjualannya.

Peningkatan stok gula yang tidak terjual ini terjadi di tengah pesatnya penetrasi gula impor dan gula berbahan baku non-tebu yang memenuhi pasar konsumsi. Dwi menjelaskan, saat ini para petani menghadapi tantangan besar akibat gula yang tak kunjung terjual dari gudang mereka. “Gula kristal rafinasi di pasaran memiliki harga yang lebih rendah, yaitu antara Rp 11 ribu hingga Rp 12 ribu, sehingga membuat para pedagang enggan membeli gula petani,” ujarnya saat berbincang dengan detikJatim pada Selasa (12/8/2025).

Keluhan muncul dari para petani yang merasa tertekan, terutama karena biaya produksi yang terus melambung. Biaya untuk pupuk non-subsidi, sewa lahan, serta ongkos tebang dan angkut kini mencapai Rp 17.500 per ton. Sementara itu, para petani berharap agar harga jual gula bisa mencapai minimal Rp 14.500 per kilogram. Namun, keadaan pasar yang jenuh membuat harapan tersebut semakin sulit dicapai.

Dwi mencatat, produksi gula di Jawa Timur diperkirakan mencapai lebih dari 1 juta ton, sedangkan kebutuhan tahunannya berada di kisaran 400 ribu hingga 500 ribu ton. Hal ini menunjukkan bahwa sisa produksi yang tidak terjual cukup signifikan. “Kami berharap agar sisa gula yang ada dapat terjual ke luar, namun tanpa bantuan nyata dari pemerintah, kondisi pasar gula akan tetap stagnan,” tuturnya.

APTRI mendesak pemerintah untuk melakukan intervensi melalui pembelian gula hasil produksi petani, dengan harapan pemerintah bertindak sebagai penyangga harga. Dwi mengusulkan agar pemerintah membeli gula dengan harga minimal Rp 14.500 per kilogram, mirip dengan mekanisme pengadaan beras oleh Bulog. Usulan ini diharapkan dapat menghidupkan kembali gairah pasar gula nasional.

Implikasi dari kondisi ini tidak hanya dirasakan oleh petani, tetapi juga oleh masyarakat luas yang bergantung pada kestabilan harga gula. Gula sebagai kebutuhan pokok sehari-hari memainkan peran penting dalam kesejahteraan masyarakat. Dengan bantuan nyata dari pemerintah, diharapkan petani bisa mendapat harga yang lebih adil, sekaligus memastikan keberlanjutan pasokan gula dalam negeri.

Dalam situasi yang ada, adalah penting bagi para pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dalam menciptakan solusi yang membantu petani tanpa mengabaikan kebutuhan konsumsi masyarakat. Di tengah tantangan ini, harapan untuk masa depan yang lebih baik bagi sektor gula di Indonesia tetap ada, jika semua pihak bersatu padu mencari jalan keluar yang saling menguntungkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *