Gula Petani Tebu Menumpuk di Gudang, Harga Jual Anjlok

oleh -8 Dilihat
Stok gula menumpuk di pt perkebunan nusantara pg candi sidoarjo 1754981005055 169.jpeg

Petani Tebu Terjerat, Puluhan Ribu Ton Gula Menganggur di Gudang

Surabaya – Ribuan ton gula hasil panen petani tebu di Jawa Timur kini terjebak di gudang-gudang pabrik. Dalam situasi ini, petani menghadapi masalah serius saat gula mereka tidak terjual, berbarengan dengan menjamurnya gula rafinasi murah yang membuat mereka kalah bersaing.

Di Pabrik Gula Semboro, Jember, sekitar 8.500 ton gula menumpuk tanpa peminat. Hesta, perwakilan pabrik, menyebutkan, kondisi lelang yang sepi membuat situasi semakin sulit. “Harga lelang minimal Rp 14.500 per kilogram tak mampu menarik calon pembeli,” ujarnya pada 12 Agustus 2025.

Kondisi serupa terjadi di Pabrik Gula Pradjekan, Bondowoso, yang mencatat penyimpanan sekitar 4.000 ton gula senilai Rp 60 miliar. Rolis Wikarsono, Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Bondowoso, menduga gula impor dan gula non-lelang sebagai penyebab utama. “Biasanya setiap lelang bisa terjual hingga 1.000 ton, tapi sekarang tidak ada yang berminat,” tambahnya.

Gula rafinasi yang dijual di pasaran saat ini berkisar antara Rp 11.000 hingga Rp 12.000 per kilogram, sedangkan gula dari PG Candi Baru Sidoarjo mencapai Rp 15.300 per kilogram. Yoga Aditomo, HRD PG Candi, mengungkapkan bahwa rendahnya harga gula menyebabkan market jenuh. “Lelang pun jatuh di bawah harga yang ditetapkan pemerintah,” jelasnya.

Fenomena ini menyebabkan dampak berat bagi perekonomian masyarakat. Dwi Irianto, Wakil Ketua Dewan Pimpinan Nasional APTRI, menjelaskan bahwa Jawa Timur menyuplai hampir 40 persen kebutuhan gula nasional. “Namun, karena gula petani tidak dapat terjual, masyarakat akan kesulitan memenuhi kebutuhan mereka,” jelasnya.

Di Lumajang, sudah tujuh kali lelang dilakukan, tetapi sekitar 8.000 ton gula milik petani tetap tak terserap. “Pedagang ragu untuk membeli, karena kondisi pasar yang tidak stabil,” ungkap Kharisma Desy, Asisten Manajer Keuangan PG Jatiroto.

Petani di Jember, H. Mudjianto, mengungkapkan keprihatinannya. “Gula kita tidak laku, sementara masyarakat setiap hari membutuhkan gula. Dari mana mereka akan mendapatkannya?” tanyanya dengan nada penuh kekhawatiran.

Ketidakpastian harga membuat pedagang memilih untuk tidak membeli. HM. Arum Sabil, Ketua HKTI Jatim, menekankan perlunya langkah segera dari pemerintah untuk menstabilkan harga dan memberikan solusi kepada petani. “Petani sudah sangat frustrasi. Rencana pembelian gula melalui program Danantara senilai Rp 1,5 triliun masih terhambat administrasi,” imbuhnya.

Masyarakat pun merasakan dampak dari krisis ini. Budaya konsumsi gula sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari mereka semakin terancam. Dengan menjamurnya gula impor yang lebih murah, petani lokal terpaksa berjuang lebih keras untuk bertahan.

Krisis gula di Jawa Timur ini menjadi pengingat akan pentingnya perhatian pemerintah terhadap nasib petani lokal. Penting bagi pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret demi menjaga kesejahteraan petani, serta memastikan ketersediaan gula yang aman dan terjangkau bagi masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *