Satpam di Mojokerto Diadili Karena Cabuli Siswi SMP, Dituntut 12 Tahun Penjara

oleh -6 Dilihat
Pencabulan di mojokerto 1755094572862 169.jpeg

Mojokerto – Seorang Satpam SMP Tuntut 12 Tahun Penjara atas Kasus Pencabulan Siswi

Seorang satpam berinisial A Fathoni Nugroho (44) dijatuhi tuntutan penjara selama 12 tahun dan denda sebesar Rp100 juta terkait dengan kasus pencabulan terhadap seorang siswi di kamar mandi musala SMPN 7 Kota Mojokerto. Sidang tuntutan berlangsung di Pengadilan Negeri Mojokerto, dihadiri oleh Fathoni dan penasihat hukumnya, Nurwaindah.

Kasus ini bermula pada Oktober dan November 2024, saat Fathoni diduga melakukan tindakan yang mencoreng moral pendidikan dengan mengajak seorang siswi berusia 14 tahun ke kamar mandi musala sekolah. Jalannya komunikasi antara mereka sering melalui aplikasi WhatsApp, yang memudahkan Fathoni untuk memanipulasi situasi.

Tindakan bejat pria asal Kelurahan/Kecamatan Kranggan ini menyebabkan trauma mendalam pada korban. Dalam keadaan sakit dan ketidakberdayaan, si siswi akhirnya memberanikan diri mengadu kepada orang tuanya tentang apa yang dialaminya. Orang tua korban yang merasa tidak terima langsung melaporkan kasus ini ke Satreskrim Polres Mojokerto Kota pada 10 Februari 2025. Keberanian keluarga korban untuk melapor menjadi langkah penting dalam penegakan hukum terhadap pelaku.

Proses hukum berlanjut dengan penangkapan terhadap Fathoni sehari setelah laporan. Ia dijerat dengan Pasal 81 dan Pasal 82 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, menunjukkan keseriusan aparat penegak hukum dalam menangani kasus yang merugikan anak-anak.

Kasipidum Kejari Kota Mojokerto, Anton Zulkarnain, menekankan pentingnya pelindungan terhadap anak-anak dalam menghadapi tindakan kekerasan seksual. “Kami berharap tuntutan ini memberikan efek jera bagi pelaku dan perlindungan bagi korban serta anak-anak lainnya di lingkungan pendidikan,” ujarnya.

Kontroversi kasus ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Banyak orang tua yang bertanya-tanya mengenai keamanan anak-anak mereka di sekolah. Dukungan terhadap korban mengalir dari berbagai elemen masyarakat, yang mendesak agar pendidikan dan tempat bermain anak-anak menjadi lingkungan yang aman.

Penasihat hukum Fathoni, Nurwaindah, mengatakan pihaknya akan mengajukan pembelaan pada sidang pekan depan, berharap agar kliennya diberikan keringanan hukuman. “Dari sisi kami, klien belum pernah dihukum sebelumnya dan menyesali perbuatannya,” ungkapnya. Hal ini memicu debat publik tentang keadilan, di mana masyarakat menginginkan hukuman berat untuk pelaku pencabulan anak, terlepas dari kondisi pribadi mereka.

Sementara itu, masyarakat Mojokerto tetap menunggu keputusan hakim dengan harapan agar keadilan bisa ditegakkan. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya komunikasi antara orang tua dan anak mengenai keamanan dan batasan dalam bersosialisasi, khususnya di lingkungan pendidikan. Masyarakat juga didorong untuk lebih proaktif dalam melaporkan tindakan yang mencurigakan demi melindungi anak-anak dari ancaman kekerasan seksual.

Dengan berbagai faktor tersebut, perjalanan kasus ini akan terus dipantau oleh publik, yang berharap ada langkah konkret dalam meningkatkan perlindungan anak di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *