Ayah Pemerkosa Anak Kandung di Tulungagung Dijatuhi Hukuman 5 Tahun Penjara

oleh -5 Dilihat
Ayah perkosa anak tulungagung 1755261014052 169.jpeg

Ayah Pemerkosa Anak Kandung Dipenjara: Keadilan Akhirnya Terwujud di Tulungagung

Tulungagung – Seorang ayah berinisial P di Kecamatan Sumbergempol, Tulungagung, akhirnya dijatuhkan vonis penjara selama lima tahun setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan putusan bebas dari pengadilan tingkat pertama. Kasus ini menjadi sorotan masyarakat, mengingat pelaku merupakan orang terdekat korban, yang berusia 14 tahun.

Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Tulungagung, Amri Rahmanto Sayekti, menjelaskan bahwa pihaknya segera mengeksekusi putusan MA setelah mengabulkan kasasi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). “Alhamdulillah, kasasi kami dikabulkan, dan terdakwa sudah kami eksekusi ke Lapas Kelas IIB Tulungagung,” ungkapnya pada Jumat (15/8/2025).

Kasus ini mencuat ke publik setelah terungkapnya aksi pemerkosaan berulang kali yang dilakukan P terhadap anaknya sendiri, mulai Mei 2022 hingga Juli 2024. Selama periode tersebut, korban mengalami kekerasan dan ancaman pembunuhan dari sang ayah, yang seharusnya menjadi pelindungnya. Pengalaman traumatis tersebut kini menjadi titik awal bagi korban untuk bangkit dan mendapatkan keadilan.

Awalnya, pada 4 Februari 2025, JPU menuntut terdakwa dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp 5 juta. Namun, pada 17 Maret 2025, pengadilan tingkat pertama justru memutuskan untuk membebaskan P. Keputusan ini menuai kritik dari berbagai kalangan, terutama di tengah peningkatan kesadaran masyarakat tentang perlunya perlindungan terhadap anak dari kejahatan seksual.

Keputusan MA yang mengubah vonis tersebut memberikan harapan baru bagi korban dan keluarganya. Masyarakat pun menyambut baik putusan tersebut sebagai langkah penting dalam penegakan hukum, terutama terhadap pelaku kejahatan seksual yang sering kali mengincar yang lemah. “Keadilan harus ditegakkan agar tidak ada lagi yang merasakan hal serupa,” ujar seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya.

Kasus ini juga mencerminkan tantangan besar dalam sistem peradilan di Indonesia. Banyak kasus serupa yang terabaikan, terutama ketika pelaku adalah orang-orang terdekat korban. Laporan penganiayaan yang dilakukan oleh anggota keluarga sering kali sulit dihadapi oleh korban, baik secara mental maupun sosial. Hal ini menunjukkan perlunya dukungan lebih bagi korban kejahatan seksual agar dapat berbicara dan mengambil langkah hukum.

Selain itu, penting adanya pendidikan seksual yang lebih baik di kalangan masyarakat, sebagai upaya mencegah terjadinya kekerasan seksual. Masyarakat perlu diberdayakan dengan informasi yang tepat agar dapat melindungi diri dan anak-anak mereka dari tindakan kekerasan.

Putusan Mahkamah Agung ini diharapkan tidak hanya bersifat sanksi, tetapi juga menjadi pelajaran bagi masyarakat bahwa setiap tindakan kriminal terhadap anak, khususnya dalam konteks kejahatan seksual, harus mendapatkan perhatian serius. Masyarakat harus lebih peka dan berani dalam melaporkan pelanggaran hukum yang mereka saksikan, serta mendukung korban untuk mendapatkan keadilan yang mereka layak terima.

Kita harus bersama-sama menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak, di mana mereka tidak hanya terlindungi, tetapi juga diberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang tanpa ancaman kekerasan. Dengan demikian, harapan agar keadilan berpihak pada yang benar dan yang teraniaya dapat terwujud.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *