Petani Tebu Jatim Ancam Mogok Massal, Gula Tak Terserap di Pasar

oleh -7 Dilihat
Asosiasi petani tebu rakyat indonesia aptri 1755255419020 169.jpeg

Ratusan Petani Tebu di Surabaya Gelar Aksi Protes Akibat Gula Tak Terserap di Pasar

Ratusan petani tebu dari Jawa Timur menggelar demonstrasi besar-besaran di Surabaya, menuntut perhatian pemerintah terkait masalah serius yang dihadapi sektor pertanian mereka. Puluhan ribu ton gula yang diproduksi para petani tidak terserap ke pasar, mengancam kelangsungan hidup mereka dan industri gula di Indonesia.

Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Sunardi Edi Sukamto, menjelaskan bahwa saat ini terdapat sekitar 76.700 ton gula yang menumpuk di gudang-gudang tanpa ada pembeli. “Kami sudah tidak bisa lagi melanjutkan operasional. Banyak petani terpaksa menghentikan aktivitas tebang angkut, dan pabrik-pabrik gula juga tidak bisa beroperasi karena gudang penuh,” kata Sunardi dalam aksi itu, Jumat (15/8/2025).

Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, diharapkan untuk merealisasikan janjinya dalam membantu menyerap gula petani dengan mengalokasikan dana sebesar Rp 1,5 triliun dari Danantara untuk program Sinergi Gula Nusantara (SGN) dan Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). Namun, jika dana ini tidak dicairkan, Sunardi mengancam akan melakukan mogok massal dan demo lebih besar. “Jika tidak ada dukungan nyata dari pemerintah, bisa jadi kami tidak akan menanam tebu lagi,” tegasnya.

Kendala yang dihadapi para petani saat ini bukan hanya disebabkan oleh penumpukan gula, tetapi juga dampak dari impor gula rafinasi yang mengganggu harga pasar. Sunardi mengingatkan bahwa keberlanjutan usaha pertanian tebu di Indonesia sangat penting bagi ekonomi masyarakat pedesaan. “Usaha ini adalah motor penggerak ekonomi kami, jika kami tidak mampu bertahan, dampaknya akan terasa di seluruh sektor pertanian,” ujarnya.

Dalam kepentingan lebih luas, Dewan Pembina DPD APTRI, Arum Sabil, menambahkan bahwa pemerintah sebenarnya tidak akan rugi dengan membeli gula petani. “Dana Rp 1,5 triliun itu bukan uang tertanam. Pemerintah akan memiliki gula untuk dijual kembali di pasar,” ungkapnya. Ia juga mencatat perlunya pengawasan dan koordinasi antara pemerintah dan petani agar kebijakan yang diambil dapat sinergis dan efektif.

Arum bahkan merekomendasikan pembentukan badan khusus untuk menangani permasalahan pergulaan nasional agar bisa diatasi secara komprehensif. “Birokrasi yang panjang dan tidak terintegrasi justru menghambat realisasi kebijakan. Pemerintah perlu menghindari kerumitan administratif agar dukungan finansial bisa segera turun ke lapangan,” paparnya.

Sementara itu, Soedjai Kartasasmita, seorang pakar perkebunan, menyoroti ironisnya kondisi ini: Indonesia adalah salah satu importir gula terbesar di dunia, tetapi harga gula petani justru tidak bersaing di pasar. “Pemerintah perlu mencari solusi sebelum petani menggelar aksi demonstrasi yang lebih luas,” ujarnya.

Bagi petani tebu, aksi ini bukan sekadar protes, tetapi juga seruan untuk bertahan dan membangun kembali mata pencaharian mereka. Jika pemerintah tidak aktif dalam menyelesaikan masalah ini, maka mimpi untuk mencapai swasembada gula di Indonesia akan semakin jauh dari kenyataan.

Dengan situasi yang semakin mendesak, harapan para petani terletak pada kecepatan dan keseriusan pemerintah untuk bertindak. “Kami tunggu aksi nyata, bukan hanya janji,” tutup Sunardi saat berdialog dengan awak media di lokasi demonstrasi.

Keberhasilan industri gula merupakan bagian dari ketahanan pangan nasional yang lebih luas, yang berpotensi memberikan dampak positif bagi ekonomi masyarakat di seluruh Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *