Dua Tewas dan Sepuluh Hilang Akibat Banjir Bandang di Shandong, Cina
Istanbul (ANTARA) – Banjir bandang yang melanda Provinsi Shandong, Cina Timur, akibat hujan deras, telah mengakibatkan sedikitnya dua orang tewas dan sepuluh lainnya dinyatakan hilang. Informasi ini disampaikan oleh surat kabar Global Times pada Selasa.
Curah hujan yang ekstrem mencapai 364 milimeter di Distrik Laiwu, Kota Jinan, menyebabkan terjadinya banjir bandang di dua desa di sekitarnya, yaitu Dawangzhuang. Akibatnya, 19 rumah rusak parah akibat terjangan air.
Operasi pencarian dan penyelamatan dilakukan secara intensif oleh tim gabungan, sembari pemerintah setempat melaksanakan upaya bantuan dan pemulihan. Situasi ini menjadi semakin mendesak setelah pemerintah Cina pada Senin mengeluarkan peringatan darurat tingkat tertinggi, mengantisipasi dampak dari Topan Wipha, yang merupakan topan keenam tahun ini.
Hujan lebat diprediksi akan berlanjut hingga tiga hari ke depan, sehingga pejabat cuaca mendesak pemerintah daerah untuk bersiap menghadapi kemungkinan bencana lebih lanjut seperti banjir tambahan, tanah longsor, dan genangan air di kawasan perkotaan.
Topan Wipha sebelumnya telah menghantam Pulau Hailing di bagian selatan, merusak infrastruktur, memicu tanah longsor, serta menyebabkan terhentinya sementara operasi kereta api dan penerbangan di Taiwan dan Hong Kong.
Penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa kejadian cuaca ekstrem seperti ini tidak hanya berdampak pada korban langsung, namun juga menciptakan dampak sosial-ekonomi yang meluas. Kerusakan yang ditimbulkan pada infrastruktur dapat mempersulit mobilitas dan akses ke berbagai layanan penting bagi penduduk yang terdampak. Dalam konteks Indonesia, situasi ini bisa menjadi pengingat penting untuk meningkatkan infrastruktur mitigasi bencana dan memperkuat sistem peringatan dini.
Sebagai negara yang juga sering mengalami bencana alam, pengalaman Shandong bisa menjadi pelajaran berharga. Peningkatan kesadaran masyarakat mengenai persiapan menghadapi bencana, serta langkah-langkah mitigatif yang konkret, menjadi kunci untuk melindungi diri dan keluarga di masa depan.
Berkaca dari penyebab bencana ini, penanganan lingkungan juga menjadi sorotan. Hujan yang sangat deras dalam waktu singkat dapat mengakibatkan sistem drainase di perkotaan tidak mampu menampung aliran yang tinggi, sehingga penting bagi pemerintah daerah dan nasional untuk memperbaiki infrastruktur yang ada dan menerapkan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan.
Situasi di Shandong menegaskan keterkaitan antara perubahan iklim global dengan penanganan bencana lokal. Kesadaran dan tindakan preventif sangat penting untuk mengurangi dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh bencana alam, baik di Cina maupun di Indonesia. Masyarakat harus berperan aktif dalam meningkatkan kesiapsiagaan dan mitigasi, agar kejadian serupa tidak terulang kembali.