Bupati Blitar Usulkan Pengaturan Sound Horeg Meski Ada Fatwa Haram MUI

oleh -17 Dilihat
Ilustrasi acara dengan sound horeg di gresik 1753078974483 169.jpeg

Fenomena Sound Horeg di Blitar: Antara Kebebasan dan Ketertiban

Blitar – Fenomena sound horeg, yang merupakan sound system berkapasitas besar sering digunakan dalam acara karnaval desa, tengah menjadi perdebatan hangat di Jawa Timur. Pelarangan yang diusulkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim dan imbauan dari Polda Jatim untuk tidak mengadakan aktivitas tersebut menjadi topik yang mengundang perhatian luas. Di tengah kontroversi ini, Bupati Blitar, Rijanto, mengusulkan pendekatan pengaturan ketimbang pelarangan total, menambah dimensi baru dalam perdebatan.

Rijanto dalam konfirmasinya pada Selasa (22/7/2025) mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerapkan aturan yang membatasi penggunaan sound horeg jauh sebelum munculnya fatwa dari MUI. “Kami mengacu pada keluhan masyarakat, dan sudah ada peraturan edaran untuk mengendalikan sound horeg,” ujarnya. Pendekatan ini menunjukkan bahwa meskipun ada tekanan untuk melarang, Bupati menganggap penggunaan sound system tersebut masih dapat diatur dengan baik.

Sisi positif dari sound horeg, seperti yang dikemukakan Rijanto, tidak dapat diabaikan. Pemanfaatan sound system dalam acara-acara desa dianggap mampu mendorong ekonomi lokal, terutama bagi masyarakat kecil seperti pemilik warung dan penitipan sepeda. “Dari ada festival seperti ini, pertumbuhan ekonomi warga dapat meningkat,” tegasnya. Ini menjadi pertimbangan penting bagi masyarakat yang berharap kegiatan semacam ini dapat mendatangkan keuntungan.

Bahkan, Pemkab Blitar sempat mempertimbangkan untuk mengadakan festival resmi sound horeg, yang diharapkan bisa menjadi ajang positif bagi masyarakat. “Kami pernah wacanakan lomba sound horeg, tapi dengan syarat lokasi yang luas agar tidak mengganggu,” imbuh Rijanto. Ide ini memberi sinyal bahwa pemerintah daerah berada di jalur yang konstruktif dalam merespons kebutuhan masyarakat.

Namun, di balik potensi positif, pihak kepolisian tetap berkomitmen untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan. Kapolres Blitar, AKBP Arif Fazlurrahman, menegaskan bahwa sound horeg yang menimbulkan gangguan akan ditindak tegas. “Jika masyarakat merasa terganggu, mereka harus melaporkan kepada kami,” katanya. Hal ini menunjukkan bahwa kepolisian akan mengawasi dengan ketat, termasuk mengenai lokasi, waktu, dan tingkat kebisingan dari setiap kegiatan yang melibatkan sound system.

Untuk menghindari konflik sosial, Polres Blitar mewajibkan semua penyelenggara sound system untuk mendapatkan persetujuan dari masyarakat sekitar. “Kami mengharapkan semua kegiatan sound system dapat memenuhi regulasi yang berlaku,” tegas Arif.

Polemik mengenai sound horeg ini menunjukkan tantangan dalam menyeimbangkan kebebasan berekspresi dengan kebutuhan untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan masyarakat. Sekaligus, perlu ada komunikasi yang baik antara pemerintah daerah, pihak kepolisian, dan masyarakat agar semua pihak merasa dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang berdampak.

Ketika kota-kota di Indonesia berjuang untuk menyeimbangkan tradisi dengan modernitas, masalah ini mencerminkan dinamika sosial yang lebih luas. masyarakat perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan, terutama yang berkaitan dengan acara publik yang menjadi bagian dari identitas budaya lokal. Diskursus ini diharapkan mampu mendorong solusi yang bersifat kolaboratif dan konstruktif, mencapai keseimbangan yang saling menguntungkan.

Melalui sikap bijak pemerintah dan partisipasi aktif masyarakat, semoga nantinya sound horeg dapat menjadi sarana hiburan yang tidak hanya meriah, tetapi juga membawa manfaat untuk kehidupan sosial dan ekonomi setempat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *